Tampilkan postingan dengan label Quran & Answer. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Quran & Answer. Tampilkan semua postingan

Rabu, 30 Maret 2016

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab: Simpan-Pinjam

Tanya:

Saya ingin menanyakan berkenaan dengan muamalah dalam Islam. Saya pernah terlibat dalam masalah pembiayaan simpan-pinjam berdasarkan syariat Islam. Salah satu cara yang saya tahu tentang pembiayaan tersebut adalah dengan melakukan ba‘i bî ats-tsaman alâjil. Bagaimana jika saya membeli barang si A, kemudian pada saat itu juga saya jual barang itu kepadanya dan di antara kami ridha sama ridha. Apakah hal ini dibolehkan?
 
Tabah R. – Bogor

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab:

 
Al-ba‘i bî ast-tsaman al-âjil [menjual sesuatu dengan harga utang] dibenarkan dalam pandangan ulama, tetapi terdapat perbedaan pendapat menyangkut contoh yang saudara berikan, yaitu apabila akad jual beli dijadikan cara untuk memperoleh satu keuntungan yang tidak dibenarkan agama.

Untuk jelasnya, saya rumuskan kembali pertanyaan Anda, si B membeli dari si A satu barang, katakanlah dengan harga seratus ribu rupiah, dengan perjanjian akan dibayar oleh si B setelah sebulan.

Kemudian, pada saat yang sama, si A membeli kembali barang itu dari si B secara tunai dengan harga delapan puluh ribu rupiah [sehingga si B memperoleh uang tersebut dan berkewajiban membayar utangnya yang seratus ribu itu bulan depan]. Bagaimana hukum jual beli ini? Baca Selanjutnya

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab: Doa Khusus bagi Mayat

Tanya:
Dalam doa khusus bagi mayat ada bait-bait yang berbunyi: “Gantilah untuknya rumah yang lebih bagus dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, istri yang lebih baik dari istrinya, masukkanlah dia ke surga, lindungi dia dari siksa kubur dan fitnahnya, serta lindungi dia dari siksa api neraka.” Demikian bunyinya, padahal mayat ada yang perempuan. Apakah bait di atas dapat diganti, jika mayatnya perempuan, dan apakah teks di atas sudah baku?


Marpoeji – Jakarta

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab:

Apa yang saudara namakan “bait-bait” di atas adalah sebagian dari salah satu doa dari sekian banyak doa yang dibaca Rasul saw dalam shalat jenazah. Doa tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim, at-Tirmidzî dan an-Nasâ’î melalui seorang sahabat Nabi yang bernama ‘Auf bin Mâlik. Bunyi lengkap hadits adalah, “Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, maafkan dan lindungi dia. Sambutlah dengan kemuliaan kehadirannya, lapangkan pintu masuknya [ke surga]. Mandikanlah dia dengan [kesucian] air, salju, dan es. Sucikan dia dari dosa-dosa sebagaimana kain putih dibersihkan dari segala noda. Gantikanlah untuknya tempat tinggal yang lebih baik dari tempat tinggalnya [di dunia], keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih baik dari pasangannya. Selamatkan dia dari siksa ujian/bencana di kubur dan siksa api neraka.”

‘Auf bin Mâlik yang mendengar lalu berkata, “Sungguh [sempurna doa ini] sampai-sampai saya ingin menjadi orang yang didoakan semacam itu.” Nah, menyangkut pertanyaan Anda, ada beberapa catatan yang perlu digarisbawahi. Baca Selanjutnya

Selasa, 29 Maret 2016

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab: Sedekah Perlengkapan Shalat

Tanya:

Mohon tanggapan Bapak Ustad kalau saya memberikan perlengkapan shalat untuk orangtua yang telah meninggal dunia, kemudian dibagi-bagikan kepada anggota majelis taklim sebagai sedekah almarhum/almarhumah.
 
Aminuddin – Surabaya

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab:

Apa yang Anda lakukan merupakan suatu kebaikan, tetapi hemat saya, ia tidak dapat menjadi sedekah almarhum/almarhumah. Amal beliau telah putus dengan kematian. Namun demikian, apabila Anda niatkan kiranya dengan sedekah Anda itu, doa Anda untuk keselamatan almarhum/almarhumah diterima Allah, semoga demikian itu adanya. Karena dengan kematian, amal seseorang terputus, kecuali dengan sedekah yang bersinambung, ilmu yang mereka ajarkan [yang mereka lakukan ketika hidup], serta doa anak saleh. Memang, ada juga ulama –-antara lain Dr. Mustafa Al-Zarqa– yang memfatwakan bahwa ganjaran sedekah itu dapat diterima –-seizin Allah– oleh almarhum/almarhumah selama diperuntukkan bagi yang benar-benar fakir miskin atau kelompok-kelompok yang wajar menerima zakat, bukan yang dibagikan kepada orang-orang mampu. Demikianlah, wallâhu a’lam. « [Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran]

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab: Akikah

Tanya:

Bersama ini saya ingin minta penjelasan mengenai akikah. Adapun yang saya mau tanyakan adalah:
  • Apa pengertian akikah?
  • Dan apa hukumnya bila akikah tidak dilaksanakan oleh yang mampu?
  • Bagaimana bila si anak telah tumbuh dewasa tapi belum diakikahkan? Apakah si anak wajib mengakikahkan atas dirinya sendiri?
  • Bolehkah saya berkurban bila saya sendiri belum diakikahkan?
Handry – via surel

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab:

Akikah adalah menyembelih binatang [kambing] untuk menyambut kelahiran bayi. Mengenai hukum, masih diperselisihkan oleh para ulama. Yang disepakati adalah akikah hukumnya tidak wajib. Ia hanya dinilai sunnah atau anjuran oleh mayoritas ulama. Meskipun begitu, mazhab Abu Hanifah tidak melarang, apalagi menilai haram atau makruh menyembelih binatang sebagai tanda syukur menyambut kelahiran anak. Sedangkan mazhab Hanbali membolehkan melaksanakan akikah oleh yang bersangkutan sendiri walaupun setelah dia dewasa karena dalam pandangan ulama-ulamanya, tidak ada batas waktu bagi pelaksanaannya. Begitu pula antara boleh tidaknya berkurban jika seseorang belum di-akikah-kan, tidak ada hukum yang wajib. Demikian wallahu a'lam. « [Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran]

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab: Menjalin Cinta dengan Wanita Non-Muslim

Tanya:

Bagaimana hukumnya menjalin cinta dengan wanita non-Muslim (Hindu) dan saya hanya mau menikah apabila ia masuk Islam? Sepanjang berpacaran kami tidak melanggar norma Islam, mengingat saudaranya juga ada yang masuk Islam (boleh diteruskan atau tidak?)

[N.N. – via formulir pertanyaan]

Jawab:

Tidak ada halangan bagi pria Muslim menjalin hubungan kasih atau persahabatan dengan wanita non-Muslim selama tujuannya dibenarkan agama, selama dalam batas-batas yang dibenarkan adat dan agama. Membina rumah tangga merupakan salah satu tujuan yang dibenarkan agama. Ini lebih-lebih lagi jika wanita tersebut akan memeluk agama Islam. Persoalan Anda –apakah diteruskan atau tidak– banyak berkaitan dengan diri Anda berdua, serta keluarga Anda berdua. Karena perkawinan hendaknya langgeng, sedang kelanggengannya banyak ditentukan oleh persamaan pandangan hidup serta sifat dan bawaan kedua pasangan. Di sisi lain, perkawinan bertujuan pula memperkukuh hubungan kekeluargaan, tidak saja antarkedua calon suami istri, tetapi juga keluarga pasangan itu.

Demikianlah, Wa Allahu a’lam.

[M. Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an]

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab: Penyemiran Rambut yang Beruban

Tanya:
Apa hukumnya orang yang menyemir rambut beruban? Apakah dengan rambut disemir, wudhu dan shalatnya sah?

[Alifia Nandasari via formulir pertanyaan]

Jawab:

Tidak apa-apa menyemir rambut. Hanya saja, Rasul saw menganjurkan bagi yang menyemir rambut dan akan meminang, agar menyampaikan kepada calonnya bahwa dia menyemir rambutnya. Wudhu tetap sah walaupun rambut disemir selama ada sebagian dan kepala walaupun sekadar tempat tumbuh tiga rambut telah terkena air.

Demikian, Wa Allahu a’lam.

[M. Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an]

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab: Berbohong untuk Mendapatkan Pekerjaan

Tanya:

Bagaimana hukum membohong untuk mendapatkan pekerjaan, misalnya membuat dokumen palsu untuk memenuhi kualifikasi pekerjaan?

[Ade Ardiyan - via formulir pertanyaan]

Jawab:

Berbohong, baik dalam ucapan maupun tindakan hukumnya haram. Apa yang diperoleh melalui cara yang haram adalah haram juga, termasuk gaji, termasuk kebohongan dalam pemenuhan kualifikasi kerja. "Siapa yang menipu kami, maka ia bukan golongan kami." Demikian sabda Nabi saw. Anda harus bertobat sekaligus menjelaskan keadaan dan kebutuhan Anda kepada majikan Anda. Mudah-mudahan ia rela menerima kekurangan Anda.

Demikian, Wa Allâhu a’lam.

[M. Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an]

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab: Kurban dan Akikah dengan Kambing yang Dikebiri

Tanya:

Apakah Kambing yang sudah dikebiri dapat dijadikan sebagai kurban dan akikah? Atas jawaban Ustad, saya ucapkan terimakasih.

Bahrum Zain, Lhokseumawe

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab:

Kambing yang sudah dikebiri dapat dijadikan kurban dan akikah. Nabi saw pernah berkurban dengan dua kambing yang sudah dikebiri [HR. Ahmad melalui Abu Rafi’]. Demikian, Wa Allâhu a’lam. « [Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran]

Jawaban Lengkap Quraish Shihab: Mempercepat Urusan Pajak

Tanya:

Saya adalah pegawai perusahaan swasta yang khusus mengurus pajak perusahaan. Apakah saya berdosa kalau saya memberi uang tambahan agar urusan mengurus pajak ke kantor pajak itu lebih lancar?

[Hamba Allah – via formulir pendaftaran]

Jawab:

Jika niat Anda memberi untuk menyogok, dan/atau untuk memperlancar dengan mengakibatkan keterlambatan orang lain, maka Anda tidak boleh melakukannya. Bila Anda melakukan tanpa mengakibatkan hal-hal di atas dan hanya sebagai tanda terimakasih dengan cara memberikan imbalan atas kelancaran yang Anda peroleh, maka hal ini dapat ditoleransi.

Adapun yang menerima, yang jika tanpa diberi dia akan memperlambat, maka yang diterimanya adalah sogok, yang dikutuk oleh Allah dan Rasul-Nya.

Demikian. Wa Allah a’lam.

[M. Quraish ShihabDewan Pakar Pusat Studi AL-Qur’an]

Undian Umrah dari Bank

Tanya:

Saya pernah memiliki beberapa tabungan Syariah. Ada tabungan Syariah dari salah satu Bank Konvensional tidak mengadakan undian dalam bentuk apapun pada nasabah tabungan Syariah [seperti yang berlaku pada nasabah tabungan konvensional], karena katanya mereka akan mengadakan undian UMRAH untuk nasabahnya. Yang ingin saya tanyakan, apakah hukum undian dalam pandangan Islam dan bagaimana dengan Undian Umrah tersebut?
 
[Dwi – via surel]

Jawab:

Jika hadiah yang ditawarkan bank cukup besar, seperti umrah, maka jangankan perusahaan atau bank, organisasi sosial yang menjual tiket dengan hadiah tertentu pun tidak dibenarkan oleh beberapa ulama. Dr. Mustafa Al-Zarqa, seorang ulama kontemporer asal Suriah yang diakui integritas dan kedalaman ilmunya oleh para ulama, menulis dalam kumpulan fatwanya, bahwa walaupun tujuan penjualan karcis undian baik, misalnya untuk mengumpulkan sumbangan guna kepentingan sosial, namun ide itu pun tidak dapat diterima oleh Islam.

Praktik seperti itu menggunakan cara yang haram untuk tujuan yang benar, sedang Islam tidak membenarkan ide yang menyatakan tujuan menghalalkan cara. Dalam Islam cara dan tujuan keduanya harus sesuai dengan tuntutan agama. Secara tegas al-Qur'an melarangnya walaupun dalam bentuk seperti itu. Ini karena caranya tidak benar, yaitu mengandalkan nasib serta mengundang aneka keburukan yang lain [QS al-Ma'idah [5]: 91]. Baca Selanjutnya

Mendengarkan Adzan Sambil Berdiri

Tanya:
Pada waktu shalat Jum’at, saya sering melihat jamaah yang datang ke masjid pada saat adzan dikumandangkan, kemudian mereka mendengarkan adzan sambil berdiri. Mengapa jamaah Jum’at tersebut melakukan hal yang demikian? Mohon penjelasannya.
 

[Dede Amung – via surel]
 
Jawab:
Sebenarnya yang Anda lihat adalah jamaah yang sedang menunggu adzan sebelum melaksanakan shalat sunnah Tahiyyatul Masjid dua rakaat. Seorang yang hendak melaksanakan shalat sunnah Tahiyyatul Mmasjid memang hendaknya tidak duduk terlebih dahulu hingga selesai mengerjakan shalat dua raka'at.

Seperti yang diceritakan dalam sebuah riwayat. Disebutkan bahwa Abu Qatadah masuk ke dalam masjid dan menjumpai Nabi saw sedang duduk dengan para sahabatnya. Rasulullah berkata kepadanya, "Apa yang menyebabkan kamu tidak melakukan shalat [sunnah dua raka'at]?" Abu Qatadah menjawab, "[Sebab] aku melihat Anda sedang duduk, begitu juga dengan orang-orang." Rasulullah saw bersabda: "Jika salah seorang dari kalian masuk ke dalam masjid, hendaklah tidak duduk terlebih dahulu sampai dia mengerjakan shalat dua raka'at." [Diriwayatkan oleh Muslim di dalam Al-Shahih no. 714].

[A.Wahib Mu’thiDewan Pakar Pusat Studi Al-Qur’an]

Soal Zakat Fitrah

Tanya:
Apakah zakat fitrah yang kita keluarkan di akhir bulan Ramadhan harus habis untuk didistribusi ke fakir miskin paling lambat sebelum pelaksanaan shalat ‘Id? Bagaimana jika pembayaran zakat melalui panitia zakat dilakukan sebelum pelaksanaan shalat ‘Id, apakah juga harus segera dihabiskan pada saat itu juga? Atau apakah boleh panitia zakat mendistribusikannya setelah shalat ‘Id? Zakat fitrah yang harus ditunaikan sebelum shalat ‘Id dari muzakki ke mustahik atau dari muzakki ke panitia zakat ya?

Muhammad Ayub – via surel

Jawaban Lengkap A. Wahib Mu’thi:

Zakat fitrah diwajibkan bagi umat Islam, dan hanya mengalami "hidup" sesaat di bulan Ramadhan serta sesaat di bulan Syawwal, dan waktunya berakhir sebelum khatib menyelesaikan khutbah ‘Idul Fitri. Kendati demikian, boleh mengeluarkannya sebelum hari raya, bukan sebelum Ramadhan, dan harus habis didistribusikan ke fakir miskin paling lambat sebelum pelaksanaan shalat ‘Idul Fitri, dan tidak setelah shalat ‘Idul Fitri. Kecuali jika zakat itu Anda sisihkan atau amanatkan kepada orang lain untuk ditunaikan atas nama Anda pada waktunya. Zakat fitrah dapat ditunaikan dari muzakki ke mustahik maupun ke panitia zakat. « [Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran]

Memakai Parfum Saat Puasa

Tanya:
Saya ingin penjelasan tentang hukum memakai parfum/wewangian saat sedang berpuasa, terutama puasa Ramadhan. Terimakasih.

Mohammad Ali Ma’sum – via surel

Jawaban Lengkap A. Wahib Mu’thi:
Tak ada hadis yang melarang pemakaian parfum, juga di bulan puasa. Parfum tidak membatalkan puasa, juga tidak membatalkan wudhu jika ingin melakukan shalat. Karena yang membatalkan wudhu hanyalah bila kulit seseorang terkena atau tersentuh langsung dengan benda najis. Parfum bukanlah benda najis sehingga tidak membatalkan wudhu. Begitu pula jika harumnya terhirup oleh seseorang.

Meskipun parfum tersebut mengandung alkohol, namun tetap tidak membatalkan, karena alkohol hanya diharamkan jika diminum dan bukan saat dioleskan. Sama saja seperti jika kita terluka dan mengoleskan alkohol untuk membersihkan luka. Demikian, Wallahu a'lam. « [Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran]

Senin, 28 Maret 2016

Jawaban Lengkap Quraish Shihab: Menyusui Saat Puasa

Tanya:

Mohon pencerahan mengenai puasa di bulan Ramadhan bagi wanita hamil dan menyusui, apakah tetap wajib atau sunnah? Sebenarnya ibu dapat memaksa diri untuk berpuasa, akan tetapi bayi akan terus menangis sepanjang hari. Ada sebagian ustad mengatakan bahwa dapat diganti dengan memberi makan 40 fakir miskin. Apakah 40 fakir per hari [selama bulan Ramadhan] ataukah 40 fakir saja? Apakah harus berupa makanan, atau bisa dalam bentuk uang jika disedekahkan? Bagaimana jika kondisi keluarga pas-pasan dan ia sendiri tidak dapat menggantinya dengan sedekah?

Chandra – via surel

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab:

Agama sangat menganjurkan pemberian ASI dan membolehkan orang yang menyusui untuk berbuka dan menggantinya di hari lain. Di sini, karena kekuatiran bukan terhadap ibu yang menyusui, tetapi terhadap anak yang menyusu, mayoritas ulama berpendapat di samping mengganti puasa harus juga membayar fidyah. Baca Selanjutnya

Talfiq

Tanya:
Saya ingin bertanya tentang talfiq. Bagaimana jika di dalam ibadah shalat [gerakan fardhu, sunnah, maupun adab] berbeda-beda? Saya berdiri dengan Mazhab Maliki, sedekap dengan Syafi'i, ruku' dengan Mazhab Hanbali, sujud dengan Hanafi dan seterusnya. Juga dalam ibadah wudhu dan puasa. Jika boleh seperti itu, apakah ini berlaku dalam ibadah mahdah saja [fardhu, sunnah, maupun adab-adabnya] atau secara keseluruhan dalam memahami agama Islam?

Bahano Welderman Harahap – via surel

Jawaban Lengkap A. Wahib Mu'hi:

Yang wajib bagi umat Islam adalah mengikuti Allah swt dan Rasul-Nya. Namun tidak semua orang dapat memahami secara langsung petunjuk-petunjuk tersebut. Karena untuk memahaminya, bukan saja harus mengerti bahasa al-Qur'an, namun juga diperlukan kemampuan analisis dan pendalaman dengan banyak syarat. Yang memenuhi syarat-syarat tersebut dinamakan ijtihad dan hasil ijtihad itulah yang melahirkan mazhab. Baca Selanjutnya

Laki-laki Membantu Saudara Kandung

Tanya:
Untuk seorang laki-laki yang sudah berkeluarga, seberapa besar porsi dia boleh membantu keuangan saudara kandungnya? Seberapa jauh istri boleh meminta haknya [dalam masalah keuangan]?
Rina – via surel

Jawaban Lengkap A. Wahib Mu'thi:
Dalam Islam, suami berkewajiban memenuhi kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya secara wajar. Namun pada dasarnya hubungan suami-istri sewajarnya terbuka, termasuk menyangkut penghasilan dan manajemen keuangan.

Akan tetapi tekadang ada saja suami yang tertutup, sebagaimana ada juga istri yang boros. Sehingga sebaiknya dilakukan kesepakatan mengenai tujuan penggunaan materi secara terbuka antara suami dan istri.
Di lain pihak, adalah kewajiban suami-istri untuk tetap memerhatikan ibu-bapak dan sanak keluarga dalam batas-batas yang dituntut oleh agama. Dalam melakukan hal itu, usahakanlah agar istri memberikan perhatian kepada keluarga suami, demikian pula sebaliknya, sehingga tidak terkesan adanya upaya "sembunyi-sembunyi" dalam mengalirkan perhatian atau pemberian. Baca Selanjutnya

Dua Imam Shalat

Tanya:
Apa hukumnya pada saat yang bersamaan ada dua imam yang membentuk dua kelompok shalat berjamaah dalam satu masjid? Dan bagaimana seharusnya sikap saya ketika saya shalat rawatib, ada orang yang menepuk pundak saya menandakan ingin makmum pada saya, mengira bahwa saya shalat fardhu, padahal saya sedang shalat sunnah?

Catur NF – via Surel

Jawaban Lengap A. Wahib Mu’thi:
Menurut pendapat Imam Syafi’i, bila ada jamaah sesudah jamaah yang pertama, maka jamaah yang kedua adalah sesuatu yang dibenci. Ibarat negara, maka imam di masjid adalah kepala negaranya. Sehingga saat imam shalat berjamaah dalam sebuah masjid atau mushala dalam suatu waktu dapat kita gambarkan sebagai seorang kepala negara pada suatu daerah pada suatu waktu tertentu. Maka jika di saat itu ada rombongan lain yang datang ke masjid tersebut tidak mengikuti jamaah yang ada, melainkan melakukan jamaah shalat sendiri pada waktu yang bersamaan, maka imam beserta jamaah yang kedua itu dapat diibaratkan sebagai orang yang mendirikan negara dalam suatu negara pada waktu yang bersamaan. Meski demikian sementara ulama membolehkan, shalat yang dilakukan kedua jamaah itu sah. Menurut Imam Ahmad, lebih baik daripada shalat sendiri-sendiri. Baca Selanjutnya

Ingin Menikah Tak Dapat Restu

Tanya:
Apa yang harus dilakukan oleh seorang lelaki yang isthatha’ah –-mampu secara lahir maupun batin– untuk membangun sebuah mahligai rumah tangga, tetapi belum mendapatkan restu dari orangtua dengan alasan masih belum pantas untuk mengikuti jejak Rasulullah saw. padahal pasangan juga sudah memenuhi kriteria yang dianjurkan agama; ad-Dîn, an-Nasab, al-Jamal, dan al-Mâl?

Mas Amfa – via surel

Jawaban Lengkap A. Wahib Mu’thi:
Dari segi hukum, sebagai lelaki, Anda tak perlu memperoleh izin dan restu dari orangtua untuk menikah. Namun, pertimbangannya secara moral harus Anda perhatikan. Apalagi pernikahan pada hakikatnya tak hanya hubungan dua orang, tetapi juga jalinan hubungan keluarga. Orangtua dan keluarga adalah tempat kembali, mengadu, dan memperoleh nasihat dan bantuan, saat-saat suami-istri mengalami krisis. Sampai kapan pun doa orangtua pasti akan dibutuhkan dalam menemani Anda menjalani kehidupan rumahtangga.
Di sisi lain, perlu Anda ketahui bahwa dalam pandangan Imam Syafi’i, kawin bagi yang memiliki dorongan kuat menjadi sunnah jika yang bersangkutan telah memiliki kemampuan membayar mahar dan belanja untuk kehidupan rumahtangga secara wajar. Jika Anda merasa tak dapat membendung keinginan Anda sendiri dan kuatir jika tak memenuhinya, maka Anda dapat terjerumus ke dalam dosa, Anda pun dapat menikah. Bahkan yang melarang ketika itu –-meski orangtua– dapat dinilai berdosa. Demikian, Wallâhu A’lam. « [Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran]

Memelihara Anak Yatim

Tanya:
Dalam batasan apakah seorang anak disebut yatim [sampai akil baligh atau setelah dia menikah]? Yang kami alami anak yatim tersebut sangat malas meski sudah dididik dan kami beri contoh untuk shalat, bangun pagi, bekerja saling membantu dengan yang lain [dari usia 3 tahun sampai 16 tahun]. Kami berencana mengembalikan ke orangtuanya [ibu] karena takut dosa bila melihat kelakuannya dan membuatnya sering kami marahi. Bagaimanakah Nabi Muhammad Saw dan sahabat menangani hal tersebut?
Sigit P. – via surel

Jawaban Lengkap A. Wahib Mu’thi:
Rasulullah Saw pernah bersabda; “Saya dan orang yang menanggung [memelihara] anak yatim. Ada surga bagaikan ini…”, seraya beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah, dan beliau merentangkan kedua jarinya itu [HR Bukhari].

Dalam hadits di atas, Rasulullah mengatakan kepada kita jaminan bagi orang-orang yang memelihara anak yatim. Namun anjuran tersebut bukan tanpa risiko.

Memelihara anak yatim membutuhkan keikhlasan dan itu tak mudah. Banyak hal yang terjadi dan menjadi ujian keikhlasan dalam memelihara anak-anak yang kurang beruntung ini. Misalnya, manusiawi sekali jika seseorang membeda-bedakan dengan anak kandung tanpa disadari. Yang kemudian hal itu dapat berdampak pada si anak yatim menjadi malas, atau melakukan hal-hal yang kurang positif seperti yang Anda ceritakan yang tentu saja menguji kesabaran 'orangtua' yang memeliharanya. Berusahalah untuk mencintainya dan berbuat sebaik-baiknya kepada mereka, niscaya Allah membalas kebaikan Anda. Baca Selanjutnya

Jawaban Lengkap Quraish Shihab: Perbedaan Sedekah dan Infak

Tanya: Apakah perbedaan antara sedekah dan infak?
Enny – via surel

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab:
Sedekah terambil dari akar kata yang berarti “kesungguhan dan kebenaran”. Al-Qur’an menggunakan kata ini sebanyak lima kali dalam bentuk tunggal dan tujuh kali dalam bentuk jamak --kesemuanya dalam konteks pengeluaran harta benda secara ikhlas [bandingkan dengan infâq]. Tetapi kata “sedekah” tak hanya digunakan untuk pengeluaran harta yang bersifat sunnah atau anjuran, tetapi juga untuk yang wajib.

Sedang kata “infak” terambil dari kata berbahasa Arab infâq, yang –menurut penggunaan bahasa– berarti “berlalu, hilang, tidak ada lagi” dengan berbagai sebab: kematian, kepunahan, penjualan, dan sebagainya. Kata infak mencakup segala macam pengeluaran [nafkah] yang dikeluarkan seseorang, baik wajib maupun sunnah, untuk dirinya, keluarga, ataupun orang lain, secara ikhlas atau tidak. Dengan demikian, zakat dan sedekah termasuk dalam kategori infak. Baca Selanjutnya
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Dartar Isi