Jumat, 09 Januari 2015

Apa Kabar Program Diversifikasi Energi?

Pemerintah pernah berencana melakukan diversifikasi energi lantaran menyusul cadangan minyak nasional yang semakin terkikis. Namun, upaya tersebut masih teramat sulit terwujud. Sebab, pemerintah tak pernah menunjukkan keseriusannya untuk menggarap potensi sumber energi lainnya yang dimiliki tanah air.

Direktur Gas Pertamina, Hari Karyuliarto, mengatakan pemerintah menugaskan Pertamina untuk membangun infrastruktur Stasiun Pengisian Bahan bakar Gas pada 2012, dengan menganggarkan dana sebesar Rp3,5 triliun, namun nyatanya hal itu juga tak berjalan mulus. Bahkan proyek tersebut hingga kini masih jalan di tempat.

“Dengan lambatnya pembangunan infrastruktur gas, pada akhirnya hanya melanggengkan impor minyak. Akibatnya, konsumsi masyarakat terhadap minyak semakin hari kian meningkat,” katanya.

Direktur International Center for Applied Finance and Economics, Iman Sugema, mengatakan sampai saat ini pemerintah kurang serius dalam pengelolaan tata kelola energi. Itu terlihat dari masih banyaknya masyarakat Indonesia yang bergantung dengan bahan bakar minyak. Padahal, Indonesia memiliki energi selain minyak yang cukup besar.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat, sekitar 95 persen kebutuhan energi nasional kini dipasok dari energi fosil terutama minyak. Pada tahun 2011 misalnya, Indonesia memproduksi minyak sebesar 329 juta barel, lalu mengimpor minyak mentah sebesar 99 juta barel dan Bahan Bakar Minyak sebesar 182 juta barel dan mengonsumsi sebanyak 479 juta barel.

Adapun cadangan terbukti minyak Indonesia hanya tinggal 11 tahun. Jumlah tersebut hanya 0,2 persen dari cadangan terbukti minyak dunia saat ini. Angka itu didapat dari hasil produksi minyak nasional yang telah dibagi dengan konsumsi.

Iman mengatakan, masih besarnya konsumsi minyak dalam negeri, menjadikan efisiensi terhadap perekonomian nasional masih rendah. Sebab, minyak yang dikonsumsi masyarakat Indonesia lebih banyak dipasok dari impor. Karenanya, biaya yang dikeluarkan pemerintah amat mahal yakni bisa mencapai US$ 61juta tiap tahunnya, bahkan kerap meningkat.

Selain persoalan efisiensi anggaran belanja pemerintah, kata Iman, ketergantungan penggunaan bahan bakar minyak demikian halnya akan berdampak terhadap daya saing Indonesia dengan negara-negara lain. Hal itu terlihat dari neraca perdagangan Indonesia yang terus turun akibat impor bahan bakar minyak yang terlampau tinggi. Baca Lebih Lengkap
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Dartar Isi