Tampilkan postingan dengan label Tarli Nugroho. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tarli Nugroho. Tampilkan semua postingan

Kamis, 25 Desember 2014

Natal dan Idul Fitri di Sambilegi

Di Sambilegi, kami punya tradisi kampung untuk melakukan kunjungan dari rumah ke rumah kepada para tetangga yang merayakan Natal, untuk memberi ucapan selamat sekaligus mempererat silaturahmi warga. Silaturahmi semacam itu, juga berlangsung pada hari raya Idul Fitri. Para tetangga kami yang Katolik maupun Protestan, akan mengunjungi satu per satu tetangganya yang Muslim, untuk memberi ucapan selamat. Lihat Selengkapnya

Selasa, 23 Desember 2014

Ciuman Pertama (Cerita Khusus Dewasa)

Saya masih ingat sebuah percakapan kami pada suatu petang di pelataran Bulaksumur B-21, sebuah tempat keramat yang pada awal milenium silam popularitasnya hanya bisa ditandingi oleh Utan Kayu 68-H (Hia ha ha ha...). Ya, B-21 adalah saingat berat 68-H. Jika 68-H punya Nirwan Dewanto, maka B-21 punya Thowaf Zuharon. Kalau 68-H punya Jurnal KALAM, maka siapa yang tak tahu almarhum Jurnal BALAIRUNG yang legendaris itu?! Bahkan, jika 68-H hanya punya satu Goenawan Mohamad, maka di B-21 ada banyak sekali "Goenawan Mohamad". Baca Selanjutnya

Sabtu, 20 Desember 2014

Cinta Adalah Waktu

Tujuh belas tahun lalu saya mulai berkenalan dengannya. Ia agak gemuk dengan make-up yang mengkilat. Muka manis itu berada di pojok perpustakaan yang gelap. Karena agak remang, dan tak banyak pengunjung waktu itu, saya mencoba menghampirinya. Tak butuh waktu lama, saya langsung memutuskan mengajaknya kencan dan mengundangnya ke kontrakan, yang kebetulan berada di tengah kebun pisang dan mangga. Rumah kontrakan panggung dengan dinding bilik itu cukup jauh dari rumah tetangga, sehingga saya mendapatkan ketenangan dan keheningan yang lebih dari cukup. Tiga hari dia menginap di kontrakan saya. Bagaimana rasanya? Baca Selanjutnya

Jumat, 19 Desember 2014

Aku Eling Maka Aku Ada: Tentang Ilmu Subyektif dan Ilmu Obyektif Hidajat Nataatmadja

Menurut Hidajat, manusia modern sering kali lupa bahwa landasan yang dijadikan dasar tempat manusia membangun ilmu pengetahuan adalah SUBYEKTIVITAS. Meskipun matematika tidak bisa membenarkan matematika, sebagaimana telah dibuktikan Gödel, manusia dengan subyektivitasnya dapat mengambil keputusan mengenai benarnya matematika, sama seperti halnya pembenaran terhadap rasionalisme, empirisme, obyektivitas, serta relativisme dalam dunia ilmiah. Hanya saja, menurut Hidajat, kita tidak menyadari bahwa prinsip-prinsip atau asas-asas yang melandasi bekerjanya sains sudah ada sebelum sains ada, sehingga dengan demikian sains tidak mungkin mampu membenarkan ataupun menyangkal prinsip pendahulunya. Baca Selanjutnya

Rabu, 10 Desember 2014

Republik Pasar (Bebas)

Setelah kenaikan secara bertahap per dua bulan sejak Juli hingga November kemarin, pemerintah akhirnya menetapkan bahwa per Januari 2015 nanti, tarif dasar listrik untuk rumah tangga 1.300 VA ke atas serta untuk industri akan dilepas sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Jadi, tarif listrik yang kita bayar per bulannya mulai awal tahun nanti tidak lagi flat, melainkan akan naik turun mengikuti tiga indikator, yaitu kurs Rupiah, harga minyak dunia, dan besaran inflasi. Baca Selanjutnya

Selasa, 02 Desember 2014

Monolog tentang Ketunagunaan Ilmu

Dalam suatu penelitian, saya sebagai seorang ekonom meminta agar seorang profesor agronomi berpikir, karena menurut pikiran saya tidak mungkin 100 persen dari seluruh areal pasang surut bisa ditanami kedele sesudah padi, karena 100 persen padi pun sudah sulit. Ternyata sang profesor agronomi tetap pada kesimpulannya bahwa itu memang bisa, asal… permukaan air benar-benar dimonitor sebagaimana disarankannya. Ya, dia berpikir sesuai dengan ceteris paribus, kalau semuanya berjalan sebagaimana terjadi dalam model yang dibuatnya. Dia berpikir dengan berpijak pada model, bukan berpijak pada realita. Dia telah memperkosa agar realita tunduk kepada keinginannya, sehingga dia bisa ngomong apa saja menurut keinginannya.

Minggu, 30 November 2014

Politik Nasionalisasi dan Ekonomi Berdikari

Pada 1958, pemerintah menerbitkan UU No. 86 tentang Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Milik Belanda di Indonesia. Diterbitkannya UU itu merupakan lanjutan atas proses nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan asing, dimulai dari perusahaan-perusahaan Belanda, yang telah dimulai sejak 1956. Proses nasionalisasi itu merupakan usaha untuk merealisasikan salah satu dari tujuan pokok Proklamasi: kemerdekaan ekonomi.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Dartar Isi