Tampilkan postingan dengan label A. Wahib Mu'thi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label A. Wahib Mu'thi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 27 Maret 2016

Khitan bagi Perempuan

Tanya:
Bagaimana dasar hukum khitan/sunat bagi bayi perempuan? Pemerintah [Departemen Kesehatan] setahu saya sudah melarang praktik khitan bagi perempuan ini.

Sinta, Jakarta

Jawaban Lengkap A. Wahib Mu'thi:
Khitan merupakan salah satu perkara fitrah yang terwariskan dari masa ke masa. Ada ulama yang menyatakan bahwa tradisi khitan telah ada sejak zaman Nabi Ibrahim as. Menurut suatu riwayat, Nabi Ibrahim a.s. dikhitan pada usia 80 tahun. Tradisi ini adalah syariat sebelum Islam yang diakomodasi dalam risalah Islam menjadi syariat yang disebut syar'u man qablana.

Terdapat perbedaan pendapat tentang hukum berkhitan. Penganut Mazhab Syafi'i mewajibkan khitan bagi lelaki dan perempuan. Sedangkan penganut Mazhab Hanbali hanya mewajibkannya bagi kalangan lelaki, sedangkan bagi kalangan perempuan hanya sunnat. Adapun Mazhab Hanafi dan Maliki menganggapnya sunnat bagi lelaki maupun perempuan. Baca Selanjutnya

Kamis, 24 Maret 2016

Menginjak Semut

Tanya: Bagaimanakah dalam Islam hukumnya orang yang menginjak semut dengan sengaja?

Mohammad Ali Wafa - Tangerang


Jawaban A. Wahib Mu’thi:

Semut merupakan hewan istimewa ciptaan Allah yang di antara keistimewaannya memberi inspirasi pada manusia mengenai pentingnya hidup bermasyarakat, bergotong royong dan memiliki etos kerja yang tinggi dan sebagainya. Keistimewaan semut juga diungkap dalam QS an-Naml [27] yang artinya semut. Di dalamnya terdapat kisah Nabi Sulaimân a.s. yang sedang melewati lembah semut bersama pasukannya.

Semut termasuk salah satu dari beberapa jenis binatang yang dilarang dalam Islam untuk dibunuh selain lebah, burung pelatuk [hudhud], burung shurad, sebagaimana dalam hadis dari Ibnu Abbas yang berkata, “Sesungguhnya Nabi melarang membunuh empat hewan yaitu semut, lebah, burung hud-hud, dan burung shurad” [Riwayat Ahmad dengan sanad yang shahih]. Mungkin saja binatang-binatang ini membawa manfaat bagi manusia, hanya saja kita belum mengetahuinya, seperti lebah yang sudah terbukti banyak manfaatnya. Karenanya, jika membunuh semut dengan sengaja dan tanpa ada alasan yang jelas, maka tindakan tersebut tidak dibenarkan di dalam Islam. Demikian, Wallahu A’lam. « [Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran]

Menghadiahkan Pahala ke Orang Meninggal

Tanya:

Bagaimana dengan pahala yang dihadiahkan ke orang lain yang sudah meninggal? Atas penjelasannya kami ucapkan banyak terimakasih.

Dwi Handayani - via email

Jawaban A. Wahib Mu’thi:

Kita dianjurkan agar mendoakan orang yang telah meninggal dunia. Tersebut dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Rasulullah saw. menganjurkan kepada para sahabat setelah menguburkan mayat, “Mohonkanlah ampunan untuk saudaramu, dan mintalah keteguhan iman untuknya, karena sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya”. Ada juga hadis riwayat Muslim yang menyebutkan, “Jika manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan kepadanya”. Kebolehan menghadiahkan pahala kepada orang yang telah meninggal dunia dikuatkan dengan pandangan Ibnu Taimiyah bahwa dosa orang yang beriman diampuni dengan sepuluh perkara, salah satu di antaranya ialah dengan doa. « [Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran]

Ayah Menelantarkan Anak

Tanya:

Seorang ayah menelantarkan anaknya dan tidak mau mengakui bahwa ia adalah anak kandungnya. Si anak pun tak mau mengakui ayahnya tersebut. Suatu saat ayahnya meninggal dan si anak tak mau mendoakan almarhum ayahnya. Bagaimana pandangan Islam tentang masalah tersebut?

[Aji – via formulir pertanyaan]

Jawaban A. Wahib Mut’hi:

Allah mengingatkan orangtua tentang pentingnya memelihara diri dan keluarga, termasuk anak-anak. "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka" [QS at-Tahrim [66]: 6]. Karena itu dalih atau alasan apapun, al-Qur'n tidak membenarkan orangtua membunuh anaknya secara fisik, maupun secara mental. Tidak mau mengakui anak kandungnya rasanya dapat dimasukkan kategori pembunuhan mental yang tidak dibenarkan dalam agama. Selain si ayah juga sudah mengabaikan kewajibannya untuk memelihara, mengasah dan mengasuh si anak hingga dewasa. Baca Selanjutnya

Single Parent Butuh Perlindungan

Tanya:
Apakah menurut Islam seorang wanita single parent tidak boleh berhubungan apalagi sampai menikah dengan seorang pria beristri? Walaupun karena wanita itu merasa pria tersebut dapat memberi perlindungan secara menyeluruh untuk kehidupannya dan yang utama menghindari zina karena keduanya saling mencintai dan menyayangi?
Hamba Allah – via email
 
Jawaban A. Wahib Mu'thi:
Tidak ada larangan seorang wanita single parent berhubungan dengan pria beristri dalam berbagai urusan kehidupan. Demikian juga secara syariat tidak ada larangan untuk menikah dengan pria beristri. Undang-Undang Perkawinan yang berlaku di negeri kita mensyaratkan perkawinan seorang pria yang telah beristri dapat dilaksanakan setelah ada persetujuan dari istri atau istri-istrinya yang lain, dan ada perjanjian akan berlaku adil kepada mereka. Seorang istri yang dimadu boleh jadi akan menghadapi berbagai masalah dalam urusan keluarga. Mohonlah pertolongan kepada Allah sebelum membuat keputusan, dan mohonlah kekuatan jangan sampai terjerumus ke dalam perzinaan. « [Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran]

Harta Istri – Harta Suami

Tanya:
Saya pernah mendengar ceramah yang berisi tentang harta milik istri yang mengatakan bahwa harta milik istri adalah miliknya sendiri. Jika suami ingin mengambil harta istri, itu harus berdasarkan kerelaan istri. Hal ini juga saya temukan di buku-buku dan situs Islami yang saya baca. Sedangkan lembaran yang pernah saya baca isinya sebagai berikut; “Andaikata seorang wanita itu mempunyai harta kekayaan seperti kerajaan nabi Sulaiman bin Dawud as dan suaminya memakan harta itu, lalu ia bertanya kepada suaminya, di mana hartaku? Maka Allah pasti akan melebur amal wanita itu 40 tahun. Andaikata wanita itu memiliki dunia seisinya dan membelanjakan semua hartanya untuk suaminya, kemudian ia mengungkit-ungkit suaminya sesudah waktu lama, maka Allah melebur amalnya dan ia dihalau bersama Qarun.” Mengapa masalah yang sama terdapat dua jawaban yang sangat bertolak belakang dan manakah yang benar? Jika keduanya benar, apakah tidak akan membuat suami dan istri berselisih paham?
Siti Nilawati – via email

Jawaban A. Wahib Mu'thi:
Harta istri adalah milik istri, demikian menurut ketentuan syariat, sebagaimana tersebut dalam pendapat yang dikutip dalam pertanyaan Anda. Adapun hadits yang Anda sebutkan di atas, sejauh yang saya ketahui, tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits yang standar. Memang, secara moral seorang istri yang kaya seyogianya memberikan sebagian dari hartanya untuk kepentingan keluarga, dan tidak mengungkit-ungkit lagi apa yang sudah diberikan untuk keluarganya. Namun demikian, untuk menyatakan ini kita tidak perlu merujuk kepada hadits tersebut. « [Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran]

Kamis, 15 Oktober 2015

Tafsir, Takwil, dan Terjemah

Tanya:
Mohon penjelasan mengenai:
1. Perbedaan antara tafsir, takwil, dan terjemah?
2. Bagaimana adab membaca al-Qur'an & tafsirnya serta al-Quran & terjemahannya?

Terimakasih atas penjelasannya. Barakallah.

[Rajasa Arrazy Sukaton – via formulir pertanyaan]

Jawaban Lengkap Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur'an:
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Dartar Isi