Sabtu, 17 Desember 2016

Aksi Bela Islam: Antara Bela Agama dan Bela Oligarki

Selain mengagetkan banyak pihak dengan massa yang demikian besar, ‘Aksi Bela Islam’ yang belakangan populer dengan sebutan aksi 411 dan 212 ini, tak pelak menyeret hampir sebagian besar umat Islam pada perdebatan yang sejak semula tidak produktif dan tidak menyentuh pokok persoalan yang dihadapi umat Islam Indonesia hari ini: mengenai absennya redistribusi keadilan dan minusnya pelayanan sosial bagi rakyat.

Pada tataran akan rumput, perdebatan telah berubah menjadi saling caci antarpendukung Rizieq dan Ahok. Para pendukung ‘Aksi Bela Islam’ menuding mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung aksi sebagai kurang Islam. Sementara para penolak ‘Aksi Bela Islam’ menganggap aksi massa yang memobilisasi ratusan ribu orang untuk turun ke jalan, alih-alih membela Islam, justru merendahkan Islam dan tak lebih sebagai buang-buang energi umat Islam untuk hal yang tidak substansial dan remeh temeh. Bahkan, lebih jauh, sebagian besar para pengkritik ‘Aksi Bela Islam’ menganggap aksi massa sebagai bukan metode perjuangan Islam. Kedua cara pandang inilah yang menurut hemat saya perlu untuk ditanggapi secara serius oleh kalangan gerakan progresif-demokratik di Indonesia, sekaligus sebagai ikhtiar mendudukkan persoalan ‘Aksi Bela Islam’ tak sekadar persoalan teologis, melainkan membacanya sebagai dinamika pertarungan maupun konvergensi kepentingan antaroligarki dalam lanskap politik elektoral.

Disinilah pentingnya pandangan alternatif. Selain memberi pilihan cara pandang politik yang tak sekedar hitam putih, sekaligus, kedepan, bisa menjadi pembelajaran bagi publik, khususnya kaum muslim agar tidak mudah terombang-ambing dalam pusaran kepentingan elit oligarki yang saling bertikai, yang setitikpun tidak ada relevansinya dengan hak-hak politik dan ekonomi umat Islam Indonesia. Baca Selanjutnya
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Dartar Isi