Jumat, 15 April 2016

Liberalisme, untuk Siapa?

Sekitar empat tahun yang lalu, dalam sebuah pameran buku saya memborong buku-buku terbitan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Buku-buku itu dibeli bukan karena saya setuju dengan pandangan mereka, melainkan karena tertarik dengan cara bagaimana mereka berikhtiar menghidupi pemikiran yang diyakininya. Pada sebuah stand yang penuh menjual publikasi HTI, yang banyak di antaranya saya tahu tidak pernah masuk toko buku, saya menyaring karya-karya terjemahan agar tidak masuk keranjang belanja, dan sepenuhnya membeli karya-karya yang ditulis oleh orang HTI sendiri. Dan hasilnya, menurut saya, adalah gambaran sebuah ikhtiar intelektual yang patut diapresiasi.

Di luar soal politik dan kenegaraan, topik yang saya abaikan dalam belanja buku itu, mereka sangat serius mengkaji soal seperti koperasi, BUMN, APBN, subsidi, politik perekonomian, krisis ekonomi, soal kebijakan moneter, yang dikupas dari sudut pandang “syariat Islam” sebagaimana yang mereka yakini tentu saja. Semua itu ditulis dalam buku yang tidak sedikit jumlahnya. Bahkan, dari beberapa buku, terdapat semacam manifesto mengenai mazhab ekonomi-politik yang sedang mereka bangun di Indonesia.

Para penulis buku itu bukanlah intelektual publik. Namanya tidak pernah muncul di koran atau disebut di majalah, kecuali dalam lingkungan mereka sendiri yang terbatas. Namun, dengan karya-karya itu, yang mereka tulis sendiri, dan mencakup berbagai topik yang bersinggungan dengan soal PUBLIK dalam dosis yang tinggi, terus terang muncul penghormatan yang dalam terhadap ikhtiar intelektual mereka. Meski, sekali lagi, cukup jelas saya tidak setuju dengan interpretasi mereka mengenai syariat Islam dan sistem khilafah. Baca Selanjutnya
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Dartar Isi