Sabtu, 14 Mei 2016

Militerisme Menghadang Jalan Demokrasi, Ayo Bersatu Rebut Kembali

Konstitusi Indonesia dengan jelas menyatakan melindungi hak warga untuk berkumpul dan menyatakan pendapat serta berekspresi. Sebagaimana tertuang pada pasal 28, 28 E ayat (2) dan (3) serta pasal 28 F. Jaminan perlindungan tersebut merupakan fondasi bagi kehidupan demokrasi yang sehat dan negara hukum yang berdaulat

Namun melihat data pelanggaran atas hak berkumpul dan berpendapat serta berekspresi yang dicatat oleh organisasi pemantau seperti KontraS, Elsam, LBH Jakarta, SAFENET memperlihatkan paling tidak ada 41 kali diabaikannya hak sipil tersebut sejak Januari 2015 sampai Mei 2016 dalam bentuk pelarangan, intimidasi, pembubaran paksa, penangkapan sewenang-wenang, pembredelan, pencekalan, dan lain-lain.

Frekuensi pelarangan, intimidasi, pembubaran paksa, penangkapan sewenang-wenang, pembredelan, pencekalan, dan lain-lain cenderung meningkat, terutama pada tahun 2016 paling tidak ada 4-5 kali peristiwa per bulan (seminggu paling tidak ada 1 peristiwa).

Yang terbaru adalah penangkapan aktivis literasi Adlun Fiqri dan aktivis lingkungan Supriyadi Sawai dari Ternate Maluku Utara yang ditangkap 4 intel Kodim 1501 Ternate hanya karena memakai kaos bertuliskan Pecinta Kopi Indonesia. Penangkapan tersebut seperti penangkapan-penangkapan lainnya yang dicap sebagai bagian menangkap komunis sebenarnya adalah bentuk teror dan penyebaran ketakutan yang diciptakan agar warga bereaksi negatif pada para aktivis, gerakan rakyat, kelompok minoritas, sehingga mengaburkan upaya penyelesaian persoalan masa lalu Indonesia pada tahun 1965-1969 dan banyak pelanggaran HAM lainnya.

Tindakan penangkapan dan penggeledahan serta penyitaan sewenang-wenang atau perampasan kemerdekaan warga negara Indonesia di sejumlah wilayah ini sama sekali tidak berdasarkan hukum yang sah dan bahkan melawan hukum! Dalam hal ini Konstitusi, Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU HAM, dan Kovenan Intersnasional Hak-hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi oleh Indonesia tahun 2005 dan Peraturan Kapolri tentang Standart HAM. Tindakan melawan hukum ini dibungkus oleh negara dengan menggunakan landasan hukum usang TAP MPRS No. XXV Tahun 1996 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, yang sesungguhnya telah ditinjau ulang keberlakuannya melalui TAP MPR No. I Tahun 2003 yang menyatakan: Baca Selanjutnya
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Dartar Isi