Sebuah kota yang berkembang menjadi megaurban niscaya harus menanggung biaya sosial yang tidak murah. Kota menjadi makin tidak ramah bagi rakyat kecil. Dan, atas nama ketertiban dan keindahan, yang namanya permukiman kumuh, liar, pedagang kaki lima, kaum migran miskin, dan lain sebagainya cepat atau lambat akan menanggung akibatnya: ruang gerak mereka dibatasi, ujung-ujungnya mereka akan digusur dan tergantikan oleh ikon-ikon perekonomian firma yang angkuh.
Di Jakarta, di balik makin banyaknya gedung bertingkat, apartemen, berbagai pusat perbelanjaan yang ingar-bingar, dan mobil mewah yang berseliweran, nasib rakyat kecil seringkali ditelikung di sudut-sudut kota yang makin terbatas.
Henri Lefebvre (1974/1991), seorang teoritisi tata ruang yang mengembangkan pemikiran neo-Marxis menyatakan, yang mendominasi praktik ruang di kota-kota besar umumnya adalah representasi ruang. Para perencana dan arsitek urban terus melakukan pembaharuan perkotaan, yang ujung-ujungnya menyebabkan praktik ruang kaum miskin diubah secara radikal oleh representasi ruang para perencana dan arsitek perkotaan yang cenderung lebih pro pada kepentingan kekuatan komersial. Baca Selanjutnya
Kisruh Rektor UNM Dinonaktifkan: Dugaan Disiplin ASN, Mandat Plh, dan Uji 
Integritas
                                                  -
                                                
Cangkir Opini – (Rektor UNM) Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan 
Tinggi, Sains, dan Teknologi menonaktifkan sementara Prof Karta Jayadi dari 
jabata...
3 jam yang lalu