Rabu, 11 Mei 2016

PKS Dan Lenin

PERSOALAN yang sepele: mana bertahan dan mana tersungkur.

Sedikit nostalgia. Tahun 1999, dua partai dari ideologi berbeda bertarung dalam Pemilu. Partai Rakyat Demokratik (PRD) berada di kiri. Di seberangnya, Partai Keadilan (PK) memilih posisi kanan. PRD mampu membangun tak kurang dari 14 cabang di tingkat provinsi dan 150-an cabang di level kabupaten. Hasilnya, sekitar 78.000 orang memberikan suara pada partai bernomor punggung 16 ini. Prestasi yang bagus.

Tapi, dari hari ke hari PRD semakin lingsir. Hingga pada satu titik: kita akan kesulitan menemukan di mana kuburannya karena tak ada batu nisan di atasnya. Sebaliknya, dengan modal tujuh kursi di Pemilu 1999, PKS tambah moncer.

Tentu ada racikan yang diramu PKS sehingga mereka bisa menjadi empat besar dalam Pemilu 2009—posisi yang sama dengan PKI dalam Pemilu 1955.

Tahun 1902 merupakan masa yang sulit bagi Lenin. Represi kekuasaan luar biasa. Ibaratnya, daun yang luruh dari tangkainya bisa dicurigai melawan kekuasaan. Ruang gerak sumpek. Mengatasi situasi ini, Lenin menulis risalah: What is to be Done?—Apa yang Harus Dilakukan?

Saat ini, di kalangan gerakan kiri Indonesia, risalah Lenin tersebut telah berdebu karena jarang dibuka. Disimpan rapi di rak keramat sebagai kitab suci. Tapi tak perlu trenyuh, risalah itu akan menemukan pembacanya di tempat lain.

Apa yang Harus Dilakukan? tak rumit. Hanya panduan ringan tentang membangun organisasi politik yang tak amatiran. Karena situasi tak bebas bernapas, maka organisasi harus ketat dengan disiplin yang tinggi. Tujuannya, agar penguasa tak mudah memukul. Ada sel-sel yang saling mengunci. Baca Selanjutnya
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Dartar Isi