Setiap orang yang ingin menulis tentang masalah kelas di Indonesia tentu akan segera menyadari betapa langkanya literatur mengenai topik tersebut. Kelangkaan itu begitu hebat sehingga seorang mahasiswa
undergraduate yang baru mulai belajar tentang Indonesia pun dengan mudah dapat menyorotinya (Levine 1969). Ia menilai para sarjana di zaman itu hanya sibuk dengan perkembangan politik harian di parlemen, partai politik dan birokrasi pemerintah. Buruh, petani, pengangguran, kelas menengah perkotaan dan pedagang atau tuan tanah kecil hanya sesekali tampil dalam tulisan mereka sebagai ‘massa’. Walau hanya berbicara tentang dunia akademik di Amerika dan Australia, kritik itu jelas berlaku untuk ilmu sosial di Indonesia sendiri. Beberapa tahun kemudian Benedict Anderson – seorang sarjana terkemuka dalam studi Indonesia – sambil lalu mengatakan bahwa ada beberapa karya “yang menunjukkan bahwa seruan Levine (untuk memperhatikan kelas) tidak sepenuhnya diabaikan (Anderson 1982: 89). Tidak jelas karya dan penulis mana yang dimaksud, tapi pencarian sederhana dalam database elektronik atau katalog perpustakaan saya kira membuktikan bahwa tak seorang pun yang dibayangkan Anderson dalam komentar pendek itu adalah ilmuwan Indonesia.
Baca Selanjutnya