Tampilkan postingan dengan label Tarli Nugroho. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tarli Nugroho. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 Januari 2017

Mempertanyakan Kembali Hubungan Logis dalam Penelitian Keilmuan

Penilaian mengenai apa yang logis dan apa yang tidak logis berpengaruh terhadap penilaian mengenai apa yang ilmiah dan apa yang tidak ilmiah dalam sebuah penelitian keilmuan. Penilaian mengenai apa yang ilmiah dan apa yang tidak ilmiah itu sendiri merupakan dasar bagi penilaian mengenai kebenaran. Sebuah pernyataan dianggap benar jika ia bersifat logis dan ilmiah, dan demikian juga sebaliknya. Masalah besar muncul ketika apa yang disebut atau diterima sebagai hubungan logis ternyata jika ditelusuri lebih jauh hanya merupakan hubungan logis yang bersifat permukaan saja, sehingga derajat kelogisannya sebenarnya lemah. Melalui konsep “rentang-keterkaitan” dan “daya jelas”, tulisan ini mencoba menguraikan dan membuat problematisasi atas persoalan hubungan logis dalam penelitian ilmu ekonomi.

Mempertanyakan Kembali Hubungan Logis

Apa hubungan turunnya tingkat kejahatan di Amerika dengan dilegalkannya aborsi? Barangkali tak ada orang yang berani memastikan hubungan antara keduanya selain Steven Levitt. Lewat serangkaian riset yang kemudian dipublikasikan di beberapa jurnal, Levitt mengajukan teori tak terduga mengenai hubungan keduanya.

Sebelumnya adalah James Alan Fox, seorang kriminolog, yang dalam sebuah laporan untuk Kejaksaan Agung Amerika Serikat pada 1995 menuliskan sejumlah asumsi seram berkaitan dengan potensi kejahatan yang mungkin dilakukan remaja. Fox mengajukan dua skenario untuk memaparkan gagasannya, yaitu skenario optimistis dan pesimistis. Dalam skenario optimis, Fox meramalkan bahwa tingkat pembunuhan yang melibatkan remaja akan meningkat 15 persen dalam satu dasawarsa mendatang. Catatan kriminal bakal begitu buruk sehingga tahun 1995 bakal dikenang sebagai saat-saat yang penuh kedamaian, demikian tulis Fox. Sementara skenario pesimisnya bernilai dua kali lebih buruk: kenaikan angka kejahatan bisa dua kali lipat dari angka optimisnya. Tentu saja Fox bukan satu-satunya orang yang berpendapat demikian kala itu. Para ilmuwan, kriminolog dan pakar lainnya juga menyuarakan pendapat yang sama.

Tapi apa yang kemudian terjadi setelah itu? Baca Selanjutnya

Rabu, 20 April 2016

Dari The Ohio Mafia hingga Puisi Esai

"The Ohio Mafia". Frasa itu diperkenalkan oleh Rizal Mallarangeng dalam kata pengantar terjemahan disertasinya, "Mendobrak Sentralisme Ekonomi" (judul asli: "Liberalizing New Order Indonesia: Ideas, Epistemic Community, and Economic Policy Change, 1986-1992"), yang terbit pada 2002 silam. Baca Selanjutnya

Jumat, 15 April 2016

Liberalisme, untuk Siapa?

Sekitar empat tahun yang lalu, dalam sebuah pameran buku saya memborong buku-buku terbitan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Buku-buku itu dibeli bukan karena saya setuju dengan pandangan mereka, melainkan karena tertarik dengan cara bagaimana mereka berikhtiar menghidupi pemikiran yang diyakininya. Pada sebuah stand yang penuh menjual publikasi HTI, yang banyak di antaranya saya tahu tidak pernah masuk toko buku, saya menyaring karya-karya terjemahan agar tidak masuk keranjang belanja, dan sepenuhnya membeli karya-karya yang ditulis oleh orang HTI sendiri. Dan hasilnya, menurut saya, adalah gambaran sebuah ikhtiar intelektual yang patut diapresiasi.

Di luar soal politik dan kenegaraan, topik yang saya abaikan dalam belanja buku itu, mereka sangat serius mengkaji soal seperti koperasi, BUMN, APBN, subsidi, politik perekonomian, krisis ekonomi, soal kebijakan moneter, yang dikupas dari sudut pandang “syariat Islam” sebagaimana yang mereka yakini tentu saja. Semua itu ditulis dalam buku yang tidak sedikit jumlahnya. Bahkan, dari beberapa buku, terdapat semacam manifesto mengenai mazhab ekonomi-politik yang sedang mereka bangun di Indonesia.

Para penulis buku itu bukanlah intelektual publik. Namanya tidak pernah muncul di koran atau disebut di majalah, kecuali dalam lingkungan mereka sendiri yang terbatas. Namun, dengan karya-karya itu, yang mereka tulis sendiri, dan mencakup berbagai topik yang bersinggungan dengan soal PUBLIK dalam dosis yang tinggi, terus terang muncul penghormatan yang dalam terhadap ikhtiar intelektual mereka. Meski, sekali lagi, cukup jelas saya tidak setuju dengan interpretasi mereka mengenai syariat Islam dan sistem khilafah. Baca Selanjutnya

Sabtu, 09 April 2016

Kembalikan Indonesia: Haluan Baru Keluar dari Kemelut Bangsa

Buku ini, "Kembalikan Indonesia: Haluan Baru Keluar dari Kemelut Bangsa" (Jakarta: Sinar Harapan, 2004), ditulis oleh Prabowo Subianto sepuluh tahun silam. Saya mendapatkan buku ini dari seorang kawan di Batavia, pekan lalu. Ini adalah buku yang menawarkan perspektif tajam, terutama terkait soal ekonomi politik Indonesia pasca-Reformasi. Baca Selanjutnya

Kamis, 07 April 2016

Pembangunan (DI) Indonesia

Bung Hatta selalu menempatkan daya beli rakyat sebagai indikator penting pembangunan, selain indikator ketersediaan lapangan kerja. Itu sebabnya ia selalu menekankan bahwa porsi kapital dan tenaga kerja nasional dalam perekonomian harus dominan. Tentu saja kita membutuhkan kapital asing. Namun, Hatta mewanti-wanti bahwa rente kapital asing sangat mahal, sehingga setiap kegiatan pembangunan yang melibatkan kapital asing harus diperhitungkan benar, dimana pembayaran rente dan cicilannya harus berasal dari proyek yang dibangun dari kapital bersangkutan, dan bukan berasal dari pajak rakyat.

Rabu, 30 Maret 2016

Ekonomi Pemerintahan

Seorang kolega Profesor Sri-Edi Swasono yang lebih muda, yang juga seorang guru besar FE-UI, mengeluhkan kepadanya tentang para ekonom jaman kiwari yang sekadar jadi "PHD". Bukan 'Philosophy Doctor', tapi "Pintar Hitung Doang". Pendek kata, sekadar pintar ekonometri. "Sebagian teman-teman itu merasa menjadi 'ekonom murni' itu suatu kebanggaan. Apalagi mereka kan tidak dapat kuliah ilmu politik, administrasi negara, atau semacam itu, yang dahulu hanya didapat oleh mereka yang mengambil Jurusan Ekonomi Pemerintahan kan, Pak?" Demikian keluh kesah sang kolega. Baca Selanjutnya

Petugas Pasar

Dua belas tahun silam, selepas pesta ulang tahun TK yang mewah di Bali, Megawati memberi kado kenaikan harga BBM di tahun baru. Dua belas tahun kemudian, penerusnya, presiden yang harga kemejanya cuma Rp100 ribu, dan harga sepatunya cuma Rp160 ribu, menggenapinya dengan melepas sepenuhnya harga BBM kepada mekanisme pasar. Publik harus cerdas mencatat: pemerintah tidak sedang berbaik hati hendak menurunkan harga BBM, tapi sedang menyerahkan penentuan harga BBM sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Baca Selanjutnya

Selasa, 29 Maret 2016

Kuliner dan Proses Formatif Gagasan

"Bagaimana teknisnya gagasan Ekonomi Pancasila atau Ekonomi Kerakyatan?" Biasanya terdapat dua motif yang melatarbelakangi lahirnya pertanyaan itu. Motif pertama adalah benar-benar ingin tahu, yaitu apa yang bisa disediakan oleh gagasan tersebut secara teknis untuk menjawab sejumlah persoalan yang membelit perekonomian kita. Umumnya para pelontar pertanyaan dari golongan ini adalah para mahasiswa baru. Motif kedua adalah untuk mempertanyakan, atau bahkan menyerang, dimana seandainya gagasan tersebut tidak sanggup memberikan jawaban teknis, maka gagasan tersebut kemudian dianggap terfalsifikasi. Para pelontar pertanyaan dari golongan kedua ini umumnya adalah mahasiswa yang sudah cukup lama belajar. Baca Selanjutnya

Nyinyir

Meski banyak digunakan di media sosial , terutama selepas Pilpres kemarin, banyak orang sebenarnya tak mengetahui apa sebenarnya makna kata "nyinyir". Sepertinya, saya juga pernah khilaf menggunakannya. (Tarli Nugroho)

Senin, 28 Maret 2016

"Senyap" dan Nasib "Subsidi Salah Sasaran"

Dengan dihapuskannya Premium, maka nantinya minimal hanya tinggal ada RON 92 di pasar ritel migas kita. Semua orang mau tidak mau harus mengkonsumsi BBM jenis RON 92. Jika RON 92 diberi subsidi tetap, dan itu dinikmati oleh seluruh segmen pengguna dengan tanpa perkecualian, lalu dikemanakan itu argumen “subsidi salah sasaran” yang selama ini didengungkan pemerintah?! Bagaimana nasibnya argumen “subsidi BBM lebih banyak dinikmati orang kaya” jika skemanya begitu?! Baca Selanjutnya

Darurat Impor

Katanya Menteri Rini dan juga Presiden membuka opsi agar direksi BUMN bisa diduduki oleh orang asing. Baguslah. Media-media kita yang wartawannya tidak kompeten menulis berita itu, sebaiknya ditutup juga, supaya tidak menjadi penyebar kebodohan dan prasangka. Biarkan Bloomberg, Guardian Media Group, atau Time Inc. buka cabang di sini. Presenter-presenter televisi yang nggak becus bertanya dan sekadar jual tampang juga sebaiknya diganti dengan presenter-presenter asing, biar pemirsa kita tak semakin bodoh. Dan, kalau perlu, rakyat yang tak kompeten memilih pemimpin juga diganti saja dengan rakyat asing.

Panasea

Sebab dari kegagalan pasar bukanlah pasar itu sendiri, melainkan karena pasar tidak dibiarkan leluasa bekerja. Jadi, solusi atas kegagalan pasar bukanlah dengan melakukan kontrol atas pasar, melainkan justru dengan memberi pasar keleluasaan yang jauh lebih besar lagi. Baca Selanjutnya

Privatisasi BUMN

Lima buku ini, "Divestasi Indosat: Kebusukan sebuah Rezim", "Kebangkitan Nasionalisme Karyawan BUMN", "Who's Who Cemex", "Politik Penguasaan BUMN di Daerah", serta "Pemberdayaan BUMN di Indonesia", merupakan beberapa artefak yang mendokumentasikan jalannya privatisasi BUMN pada periode 2002-2004. Pada periode 1998 hingga 2004, buku-buku yang menulis soal BUMN memang mudah kita jumpai, baik yang pro maupun kontra terhadap privatisasi. Baca Selanjutnya

Ilmu Ekonomi Perampok

Kita terlalu naif mengira bahwa dengan teori ekonomi Barat akan berhasil keluar dari sistem ekonomi agraris ke sistem ekonomi industrial seperti yang kita kenal dewasa ini. Mari kita lihat sejarah bagaimana Barat berkembang in real term, dan bukan in artificial theory.

Investasi atau Penghisapan?

Untuk menarik para investor agar memasukkan modalnya ke dalam negeri, kita “mensubsidi” bunga yang sangat tinggi pada mereka. Jika imbal beli (yield) obligasi pemerintah Amerika untuk tenor sepuluh tahun, misalnya, hanya 2 persen, pemerintah Thailand cuma 3 persen, serta Malaysia dan Filipina di kisaran 4 persen, maka pemerintah Indonesia berani memberi imbal beli hingga 8 persen. Apa namanya jika itu tak kita sebut sebagai bentuk “subsidi” terhadap para pemilik kapital?!

Minggu, 27 Maret 2016

Media dan Persekutuan Kaum Majikan

Pada 1921 organisasi itu lahir. Namanya “Ondernemersraad voor Nederlandsch-Indie”. Dalam terjemahan bahasa Indonesia yang digunakan masa itu, nama itu berarti “Dewan Majikan untuk Hindia Belanda”. Ya, organisasi ini adalah bentuk persekutuan kaum majikan. Meskipun didirikan di Belanda, anggotanya bukan hanya para kapitalis Belanda, namun para kapitalis besar Inggris, Amerika, Belgia, Jerman, Perancis, dan negara-negara Eropa lain. Persekutuan kaum majikan ini bukan hanya bisa mendikte pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, namun juga bisa mengatur pemerintah Negeri Belanda. Itu menunjukkan betapa besarnya kekuasaan para majikan ini.

Pesan Pendek Sri-Edi Swasono untuk Presiden

Yth. Bapak Presiden RI,

Berikut pandangan saya mengenai ekonomi konstitusi kita,

EKONOMI KONSTITUSI

Hakikat Ekonomi Konstitusi adalah "kebersamaan" (mutualism; kejemaahan) dan "asas kekeluargaan" (brotherhood; keukhuwahan). Utamakan kerjasama, gotong royong, bukan bersaing.

Untuk Apa Universitas?

Tugas universitas adalah mengajari—dan bila perlu bahkan "memaksa"—mahasiswa untuk menguasai penalaran ilmiah selama belajar di kampus. Penalaran keilmuan ini bukan agar semua mahasiswa menjadi ilmuwan, karena memang tak perlu semua lulusan perguruan tinggi menjadi ilmuwan, peneliti, atau filosof, melainkan agar kita mempraktikkan politik dan demokrasi yang sehat. Meminjam Daoed Joesoef, demokrasi yang sehat adalah demokrasi dimana masyarakatnya bertegak di atas nalar keilmuan, sehingga sanggup membedakan keaslian dari kepalsuan, serta bisa membebaskan diri dari hasutan dan histeria rapat akbar. Baca Selanjutnya

Jumat, 25 Maret 2016

Privatisasi

Jika kita membaca buku-buku Faisal Basri yang terbit pasca-Reformasi, mulai dari “Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan bagi Kebangkitan Indonesia” (2002), hingga bukunya yang terakhir, “Lanskap Ekonomi Indonesia” (2009), ia cukup konsisten mengemukakan ideal bahwa solusi untuk mengatasi persoalan tata kelola BUMN adalah privatisasi. Hanya sebuah buku lamanya, “Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI” (1995), yang juga jadi rujukan dalam banyak kelas Perekonomian Indonesia, yang belum banyak menyinggung soal BUMN. Baca Selanjutnya

Politik dan Ilmu

Politik menetapkan tujuan, baru kemudian ilmu datang untuk mengabdi. Itulah ajaran Bung Hatta mengenai bagaimana politik perekonomian Indonesia seharusnya digariskan. Para teknokrat ekonomi, sejak generasi Mafia Berkeley, membalik pemikiran ini. Politik perekonomian, oleh mereka, didesain untuk tunduk kepada ilmu ekonomi. Persoalannya, ilmu ekonomi yang mereka rujuk adalah ilmu ekonomi yang lahir dari sejarah Revolusi Industri, yang menyimpan kepentingan ekspansi barang dan kapital negara-negara maju.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Dartar Isi