Tampilkan postingan dengan label Farid Gaban. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Farid Gaban. Tampilkan semua postingan

Rabu, 31 Desember 2014

Resolusi Sederhana

RESOLUSI 2015

Foto ini diangkut dari Facebook Farid Gaban, tanpa minta izin. Yang setuju boleh ikut menghayati dan mengamalkan, juga tanpa perlu minta izin.


Selasa, 16 Desember 2014

Sekolah Resmi

Banyak kerabat dan teman protes ketika saya menyekolahkan anak di sebuah sekolah yang tidak pakai kurikulum resmi, tak punya ruang kelas permanen, tak punya guru tetap. "Anak kok dijadikan eksperimen," kata mereka. Jawab saya: "Memangnya sekolah formal yang pakai kurikulum resmi bukan eksperimen?" (Farid Gaban)

Jumat, 12 Desember 2014

Kecele

Menyandarkan kebijakan publik yang penting, seperti pengurangan subsidi BBM, pada impulsif-nya nilai rupiah atau indeks bursa bisa menyesatkan. Oktober lalu, sejumlah analis pasar uang dan wartawan ekonomi menyarankan Pemerintah Jokowi harus segera menaikkan harga BBM agar rupiah menguat. Waktu itu nilai rupiah 12.170 per dolar. Tapi, kini setelah harga bensin dan solar naik, justru rupiah makin lemah: Rp12.300 per dolar. (Farid Gaban)

Selasa, 09 Desember 2014

Kereta

Tarif kereta api ekonomi naik rata-rata dua kali lipat (100%) mulai Januari 2015. Waduh! Bukannya kebalik, tuh? Mengapa Pemerintah Jokowi justru mempersempit pemakaian jenis transportasi massal yang hemat energi dan mengurangi kemacetan? (Farid Gaban)

Kamis, 30 Oktober 2014

Ekonomi Biru

"Ekonomi biru" tidak sekadar ekonomi bahari. Blue economy is the new green. Ekonomi yang diilhami oleh bagaimana alam, planet kita, bekerja. [Bumi adalah Planet Biru]. Lihat Selengkapnya

Sekolah

Susi Pudjiati tak sendiri. Beberapa tahun lalu, seorang anak SMP memutuskan berhenti sekolah karena muak pada sistem yang "Merampok kebahagiaanku....keberadaan guru penghancur mental... guru yang merendahkan martabat murid di depan umum." Dia menulis buku: Dunia Tanpa Sekolah.

Rabu, 22 Oktober 2014

Pilihan Individu?

Banyak orang terjebak argumen keliru: "Kalau tak suka satu acara televisi, pindah saluran!" Seolah ini cuma pilihan personal. Siaran TV memakai frekuensi publik yang langka (terbatas); karenanya harus bisa diatur sesuai kepentingan publik. Siapa paling dirugikan dari acara TV yang tak mendidik? Orang miskin yang karena kemiskinannya tak punya banyak pilihan! Orang kaya (seperti saya) bisa membayar cable uutuk nonton National Geographic, BBC Knowledge, atau setidaknya HBO dan FOX. (Farid Gaban)

Selasa, 21 Oktober 2014

Media

Jurnalis, pengelola dan pemilik media yang mengumbar berita/acara tertentu dengan dalih ratingnya tinggi (penonton suka), pada dasarnya bukan orang yang bertanggungjawab. Secara implisit mereka menyalahkan masyarakat untuk kekeliruannya sendiri. Produk media itu supply-driven, tergantung pasokannya. Sementara itu, media/lembaga penyiaran adalah gatekeeper: memilih. Memilih mana yang penting dari yang tidak penting dalam konteks urusan/kepentingan publik. (Farid Gaban)

Minggu, 19 Oktober 2014

Konflik dan Rujuk

Pak Jokowi dan Pak Prabowo sudah berangkulan. Itu bagus di tingkat hubungan personal. Tapi, bahaya jika mereka bersatu di tingkat ide dan kebijakan. Apalagi jika kedua koalisi bergabung. Oligarki ketemu oligarki. Perbedaan dan benturan ideologi/politik tetap diperlukan; meski hubungan personal harus dipulihkan. Itu berlaku juga di kalangan pendukung. Menurutku, di situlah pentingnya kritik dan pedebatan yang bersifat substansial, bukan caci-maki personal yang penuh fitnah dan labelisasi. (Farid Gaban)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Dartar Isi