Entah kita harus tertawa terbahak-bahak atau menangis tersedu-sedu menyaksikan sajian episode melodramatik yang tak menarik di atas panggung politik negeri ini yang bernama DPR. Sang mantan ketua yang telah lama “hilang” kini muncul dan merebut kembali tahta yang dulu didekapnya erat-erat dari genggaman “perebut” yang sebenarnya berasal dari lingkungannya sendiri.
Mungkin ada sekian banyak orang yang menggeleng-gelengkan kepala atas peristiwa politik yang “ajib” tersebut. Bisa saja kemudian orang beranggapan bahwa rumah tempat orang-orang yang terhormat tersebut tak ubahnya seperti tempat permainan kanak-kanak yang dengan mudahnya digonta-ganti pemimpinnya.
Ketika seorang anak yang ditunjuk menjadi ketua permainan itu mengundurkan diri karena akan menghadapi hukuman dari ibunya akibat kenakalannya, ia digantikan oleh temannya. Tetapi ketika si anak nakal itu kembali ke permainan, mungkin karena sudah selesai melaksanakan hukuman atau bisa jadi karena melarikan diri, ia mengambil alih lagi posisi ketua permainan itu.
Itulah sepenggal kisah dari pergantian (kembali) ketua lembaga wakil rakyat pada rapat paripurna DPR RI Rabu sore lalu. Ketua DPR yang digantikan, Ade Komarudin, sebelumnya adalah yang menggantikan orang yang kini menggantikannya lagi, Setya Novanto. Dengan demikian, jabatan ketua DPR, dalam pandangan publik kini, ibarat bola yang bisa dilempar orang ke sana ke mari sesuka hatinya. Baca Selanjutnya
Islam di Taiwan: Kebebasan Beragama, Demokrasi, dan Politik Global
-
Arah Islam di Taiwan, sedikit banyak ditentukan oleh kehidupan komunitas
muslim migran yang terus berkembang
5 jam yang lalu