Kamis, 19 Mei 2016

Tata Cara Membantai Orang-orang Komunis

Dalam menghidangkan makanan perlu dipersiapkan dengan baik agar tak membunuh selera makan. Pun, dengan sebuah pembantaian.

Kira-kira umur saya baru 12 tahun. Ibu saya sering bercerita kalau dirinya membenci Banser—sayap pemuda Ansor yang beralifiasi dengan Nahdathul Ulama [NU]. Penggambaran ibu saya terhadap Banser tak simpatik: berambut gondrong, memakai peci dan selalu membawa kelewang, parang dan linggis ke mana-mana. Kala itu saya belum tahu apa yang terjadi. Saat umur saya bertambah, baru mendapatkan cerita yang utuh.

Seperti ini peristiwanya: Suatu malam di bulan Desember 1965, adik ibu saya, Suroso—Wakil Ketua Lembaga Kebudayaan Rakyat [Lekra] Kabupaten Blitar—dicokok oleh segerombolan anggota Banser di rumah kami di sebuah desa di Blitar. Konon Suroso dibawa ke Koramil, tak jauh dari kantor kecamatan. Dan, sejak saat itu tak kembali sampai sekarang.

Seingat saya, sampai bertahun-tahun orang-orang yang senasib dengan ibu saya, setiap malam Jumat meletakkan bunga sesajian pada mangkok daun pisang di perempatan kampung kami. Mereka adalah orang-orang yang kehilangan suami, istri, anak, orangtua maupun saudara yang terjadi dalam epik pengejaran orang-orang Komunis di Indonesia tahun 1965.

Paman saya yang lain, Sihono, juga mempunyai kebencian yang sama terhadap Ansor. Ia punya pengalaman sendiri sehingga rasa tak suka itu muncul. Ketika balik ke kampung untuk liburan dari tugas mengajar di Jember menjelang peristiwa 1965, paman saya didatangi kawannya. Maksud kedatangan sang kawan untuk meminjam uang. Peristiwa itu berlangsung biasa-biasa saja. Sampai akhirnya awal tahun 1966 paman saya dijemput tentara. Ia dibawa ke kantor Koramil, diintrograsi, dihajar dan dijebloskan ke penjara. Apa masalahnya? Padahal paman saya tak ada sangkut pautnya dengan PKI. Usut punya usut, paman saya ditangkap karena meminjami uang kawannya yang ternyata anggota BTI [Barisan Tani Indonesia]. Dan yang melaporkan adalah tetangganya sendiri, seorang anggota Ansor. Sejak saat itu paman saya keluar masuk penjara; tiga bulan di penjara, dilepaskan, diambil lagi, begitu seturusnya sampai tahun 1970. Dan dipecat dari tugasnya sebagai guru. Baca Selanjutnya
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Dartar Isi