Tampilkan postingan dengan label Roy Thaniago. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Roy Thaniago. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 Mei 2016

Menolak Pelarangan dalam Mengakses Pengetahuan

PERNYATAAN SIKAP "LINGKAR MAHASISWA INDONESIA DI LUAR NEGERI": MENOLAK PELARANGAN DALAM MENGAKSES PENGETAHUAN

*siaran pers ini bebas untuk disebarkan, dikutip, dan diterbitkan ulang*

Peristiwa pelarangan diskusi, pemutaran film, dan pembubaran pementasan teater, yang berlanjut dengan penyisiran buku-buku oleh aparat keamanan, menjadi kabar yang santer terdengar belakangan dari tanah air. Secara masif, berpola, dan tiba-tiba, peristiwa-peristiwa tersebut juga dibarengi dengan penangkapan dan intimidasi terhadap individu dan kelompok yang menyimpan dan menggunakan atribut yang secara sepihak ditafsirkan sebagai promosi komunisme.

Untuk itu kami, Lingkar Mahasiswa Indonesia di Luar Negeri, menyatakan sikap menolak atas cara-cara yang ditempuh negara tersebut. Jejaring mahasiswa Indonesia yang tengah menempuh pendidikan di berbagai belahan dunia ini menyatakan dengan tegas bahwa peristiwa penggeledahan dan penyitaan buku oleh aparat keamanan, yang merampas hak orang untuk mengakses pengetahuan, adalah sebentuk sikap anti-intelektual. Atas praktik demikian, kami menilai negara sebenarnya sedang melakukan perbuatan melanggar hukum dan mengabaikan hak-hak sipil yang dilindungi oleh konstitusi di Republik Indonesia.

Kalau ini dibiarkan, cara-cara tersebut bisa diartikan sebagai operasi teror negara terhadap warganya.

Situasi ini jelas berpotensi menciptakan rasa tidak aman bagi warga negara untuk berpikir dan berpendapat, yang berimbas pada praktik-praktik swa-sensor pengetahuan dan kebuntuan gagasan. Padahal, rasa aman, terutama rasa aman mengakses pengetahuan, adalah prasyarat yang mutlak dibutuhkan bagi kemajuan suatu bangsa. Pengetahuan, menurut kami yang hingga siaran pers ini beredar terdiri dari 123 mahasiswa di 25 negara, adalah kunci untuk membebaskan keterjajahan, seperti yang sudah ditunjukkan oleh para pendiri bangsa ini. Hanya dengan begitu, cita-cita Indonesia untuk bisa berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa besar lain di dunia dapat dicapai. Baca Selanjutnya

Sabtu, 05 September 2015

A Simple Life: Perempuan yang Menjadi Tua di Rumah Majikan

Kapan terakhir kali kita membicarakan Pekerja Rumah Tangga (PRT) di rumah kita? Bukan, bukan soal kapan mereka kembali dari mudik. Maksud saya, kapan terakhir kali kita membicarakan kehidupan mereka? Harus diakui, PRT kerap absen dalam pembicaraan di sebuah keluarga. Kecuali ketika kondisi rumah berantakan atau majikan butuh air panas sepulang bekerja, selebihnya PRT tak pernah dihadirkan dalam pikiran kita. Sependek pengalaman saya, sangat jarang menemukan gambaran majikan yang memikirkan peningkatan taraf hidup PRT-nya; bukan sekadar kenaikan gaji, tapi juga hak sosial dan budayanya. Padahal, PRT hadir sangat lekat dalam kehidupan keluarga Indonesia—atau setidaknya di Pulau Jawa—hampir di berbagai kelas sosial (dengan konsep relasi kerja yang bervariasi, tentunya). Lihat Selengkapnya

Kamis, 03 September 2015

Menagih Janji Jokowi di Bidang Penyiaran

Tempo lalu Jokowi meminta stasiun TV berbenah dalam menyiarkan programnya. Ini aneh, karena sebagai presiden posisinya bukan meminta, tapi memerintahkan dengan menegakkan aturan. Semua ini semakin membingungkan karena Jokowi juga memberikan penghargaan kepada Surya Paloh, pemilik Metro TV, yang justru dengan telanjang telah kita lihat bagaimana kenorakannya mengekploitasi frekuensi publik. (Roy Thaniago)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Dartar Isi