Tampilkan postingan dengan label Quran & Answer. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Quran & Answer. Tampilkan semua postingan

Rabu, 20 April 2016

Takziyah Kepada Non Muslim

Tanya:
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pak ustad, saya masih bingung dengan jawaban pak ustad dalam memberikan jawaban pada pertanyaan Kaitan Islam dengan Kristen. Anda mengatakan Ketika jenazah seorang pemeluk Kristen lewat di dekat tempat Nabi Muhammad saw. sedang duduk-duduk bersama para sahabat, beliau berdiri sebagai tanda penghormatan. Para sahabat terheran-heran, dan mengatakan, “Itu jenazah orang Kristen.” Rasul menjawab, “Bukankah ia juga jiwa/manusia?” Peristiwa itulah kemudian yang mendasari sebagian tokoh Muslim untuk menghadiri pemakaman Paus Yohanes Paulus II beberapa tahun lalu. pertanyaan saya, apa pernah dalam hadist sahih yang mengatakan bahwa Nabi pernah menghadiri pemakaman seseorang non-Muslim?
Terima kasih, Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
[Panca via surel]

Jawaban Lengkap M. Arifin:
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Saya belum menemukan hadits yang mengatakan bahwa Nabi saw. pernah menghadiri pemakaman orang non-Muslim. Tetapi mengenai bertakziah kepada orang non-Muslim yang meninggal dunia, menurut mazhab Imam Syafi’i dan Abu Hanifah, tidak dilarang. Ibnu Qudamah pun, salah seorang penganut mazhab Hanbali, berpendapat boleh bertakziah kepada orang non-Muslim yang meninggal dunia. Pendapat itu didasarkan pada firman Allah SWT berikut: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS al-Mumtahanah [60]: 8). Baca Selanjutnya

Selasa, 12 April 2016

Kaitan Islam dengan Kristen

Tanya:
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pak Ustadz, misteri masih membayangi saya dengan kaitan Kristen dengan Islam, benarkah saudara yang kita akui adalah Kristen yang memiliki atau pemegang injil barnabas? Karena mereka mengakui adanya Nabi Muhammad saw. dan mengakui Allah SWT adalah Tuhan dan Yesus/Isa adalah nabi/utusan kepada umatnya.

Terima kasih, Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

[Okky via surel]

Jawaban+Lengkap+M. Arifin:
Wa’alaikumsalam Wr. Wb.

Yang Anda maksud dengan “saudara” barangkali adalah “saudara seagama”? Kalau itu yang Anda maksud, tentu mereka bukan saudara seagama kita, walaupun beberapa ajaran yang mereka anut sesuai dengan ajaran Islam. Dalam pandangan kami, pengakuan terhadap kenabian Muhammad saw., pengakuan terhadap kemahaesaan Allah dengan segala sifat mulia-Nya, dan juga pengakuan bahwa Yesus (Isa Almasih) adalah nabi utusan Allah kepada umatnya, itu harus dibuktikan dengan memeluk Islam. Sebuah risalah terakhir dari Tuhan yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

Dalam surat-surat dakwah yang dikirim Nabi Muhammad saw. kepada penguasa Romawi maupun penguasa Persia, beliau antara lain berkata, “Aslim, taslam.” (Peluklah Islam, Anda akan selamat). Dalam arti, selamat dalam mengarungi hidup ini untuk hidup bahagia di akhirat nanti. Baca Selanjutnya

Senin, 11 April 2016

Menyikapi Kesalahpahaman

Tanya:

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dear Alif magazine, saya ingin menanyakan sesuatu yang selama ini mengganjal.

Begini ceritanya: Terjadi kesalahpahaman antara saya dengan seorang rekan sekerja. Dia menuduh saya menyebarkan sebuah informasi ke orang lain. Padahal saya pun tahu cerita itu dari orang lain. Mungkin karena merasa dia pernah cerita ke saya, jadi dia lontarkan tuduhan itu ke saya. Informasi yang dia sampaikan ke saya, alhamdulillah saya simpan baik-baik. Setelah kejadian itu, dia mendiamkan saya. Awalnya, saya masih ber-husnudzan padanya, tapi ternyata berlangsung hingga berbulan-bulan. Saat bertemu pun dia cuek, padahal saya sudah lontarkan senyuman. ketika momen lebaran datang, saya pikir hati dia terbuka untuk dapat saling memafkan. Saat memulai aktifitas kembali setelah lebaran, saya bersalaman dengan semua teman-teman kantor termasuk dia. Tapi, sehari setelahnya ia melanjutkan aksi cueknya itu. Teman-teman saya men-support saya untuk tetap semangat dan tidak perlu menggubris sikapnya. Dan saya pun, berharap Allah membukakan mata hatinya. Salah seorang teman menegurnya, untuk segera minta maaf. Tapi, dia bilang nggak akan pernah mau minta maaf. Apakah yang saya lakukan sudah tepat? Doa apa yang harus saya panjatkan kepada Allah, agar hatinya bisa lebih sensitif?

[Hamba Allah via surel]

Jawaban Lengkap Dewan Pakar PSQ:

Sabtu, 09 April 2016

Qur’an & Answer: 101 Soal Keagamaan Sehari-hari

Sesuai dengan misinya untuk membumikan nilai-nilai Al-Qur’an, Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) berupaya untuk turut menjadikan Al-Qur’an sebagai problem solver yang menjawab berbagai persoalan yang terjadi dalam masyarakat.

Buku ini merupakan kumpulan dari beberapa persoalan dan jawabannya menurut Al-Qur’an yang selama ini terpublikasikan dalam rubrik Qur’an & Answer di majalah online Alhamdulillah it’s Friday (alifmagz.com) yang berada di bawah naungan PSQ.

Dari sekian banyak persoalan yang dijawab oleh Dewan Pakar PSQ di alifmagz.com, dipilih 101 soal yang menyangkut permasalahan agama sehari-hari yang kemudian dikelompokkan menjadi lima bagian. Baca Selanjutnya

Rabu, 06 April 2016

Menikah Melangkahi Kakak

Tanya:
Assalamu’alaikum Pak Ustadz.

Saya mau tanya, apa hukumnya apabila seorang adik laki-laki melangkahi kakak perempuannya yang belum menikah, apa benar itu berarti akan sulit atau lama jodoh untuk kakak perempuannya untuk menikah? Dan jika adik dan kakak menikah ditahun yang bersamaan, apakah benar kalau salah satu rumah tangganya ada yang kalah dalam rezeki?

Terima kasih pak Ustadz.

[intan via surel]

Jawab:
Wa’alaikumussalam wr. wb.

Tidak ada masalah adik laki-laki menikah sebelum kakak perempuannya menikah (melangkahi). Sepanjang yang saya ketahui, sumber-sumber teks keagamaan tidak menyebutkan kalau terjadi demikian akan menyulitkan jodoh bagi kakak perempuan. Boleh jadi itu hanya kepercayaan masyarakat atau mitos yang tidak jelas sumbernya. Begitu juga pertanyaan kedua. Adik dan kakak boleh saja menikah pada tahun yang sama. Hal itu tidak ada hubungannya dengan rezeki salah satu dari mereka di kemudian hari.

Wallahu a’lam.

[Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Stdi Al-Qur’an]

Kamis, 31 Maret 2016

Bersedekah & Zakat di Negara Non-Muslim

Tanya :

Assalamualaikum. Saya saat ini tinggal di negara non-Muslim. Bagaimana cara menyalurkan sedekah/zakat? Di sini ada lembaga non profit yang bergerak di bidang dakwah Islam. Apakah bisa sedekah/zakat tersebut
dianggap donasi?

Terima kasih

Wassalam

[Dietce via Surel]

Jawab :

Dalam hal seperti yang Anda sebutkan, Anda boleh membayar zakat atau bersedekah kepada lembaga dakwah Islam tersebut. Anda juga boleh mentransfer sedekah/zakat Anda kepada lembaga zakat di Tanah Air dengan menyebutkan maksud dan tujuan dari dana tersebut (misalnya untuk zakat atas nama siapa dsb.)

Demikian, wallahu a’lam.

[M. ArifinDewan Pakar Pusat Studi Al-Quran]

Nafkah dari Suami

Tanya:
Assalâmu’alaikum wr wb. Jika suami tidak memberi nafkah batin selama lebih dari 1 tahun padahal suami istri tsb masih tinggal dalam satu rumah, bagaimanakah hukumnya? Si istri sudah mencoba bertanya apa penyebabnya, tapi tidak pernah dijawab oleh sang suami. Apa yang harus dilakukan oleh sang istri? Bagaimana caranya supaya si istri dapat menerima kondisi tersebut secara ikhlas? Terimakasih. Wassalâmu’alaikum wr wb.

Hamba Allah – via laman

Jawaban Lengkap A. Wahib Mu’thi:


Wa’alaikumussalâm wa Rahmatullahi wa Barakatuh. Mayoritas ulama mengatakan bahwa memberikan nafkah batin, seperti menggauli dan menyayangi istri hukumnya wajib. Adanya perbedaan pendapat ini karena berbagai alasan. Salah satunya kondisi salah satu pihak yang mengalami sakit.

Allah berfirman, “Dan para wanita memunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf” [QS al-Baqarah [2]: 228]. Dari ayat tersebut, Anda bisa menuntut dan memaksa suami untuk memberi jawaban yang pasti dan jujur karena Anda punya hak untuk mendapatkan jawaban tersebut. Jawaban yang pasti dari suami ini penting agar hukumnya jelas, apakah wajib atau sunah. Jadi, sebaiknya Anda terus mendesak kepada suami untuk memberi jawaban yang pasti. Alangkah baiknya Anda mengajak suami untuk berkonsultasi dengan ulama terdekat agar mendapatkan solusi yang terbaik. Apabila suami Anda tetap menutup diri atau bahkan menolaknya, Anda punya hak untuk meminta cerai. Demikianlah, wallâhu a’lam. « [Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran]

Quraish Shihab Menjawab: Anak Menasihati Bapak

Tanya:
Bolehkah seorang anak menasihati orangtuanya dan apakah orangtua dapat berdosa terhadap anaknya?
Terimakasih atas penjelasan Bapak.
[Hamba Allah – via formulir pertanyaan]

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab:
Al-Qur'an surah al-'Ashr menekankan bahwa semua manusia berada dalam kerugian kecuali yang beriman, beramal saleh, serta saling mewasiati atau menasihati tentang kebenaran dan kesabaran. Jika demikian halnya, siapa pun hendaknya berusaha untuk memberi dan menerima nasihat, wejangan, dan semacamnya. Tidak terlarang bagi seseorang untuk menyampaikan kebenaran kepada ayahnya, atau menegurnya bila sang ayah keliru.

"Agama adalah nasihat," demikian sabda Nabi Muhammad saw yang sangat populer. Bahkan dalam al-Qur'an ditemukan bukan saja nasihat-nasihat Nabi Nuh, Ya'qub, dan Luqman kepada anak-anak mereka, tetapi juga "nasihat" Nabi Ibrahim as. kepada ayahandanya: "Ceritakanlah [hai Muhammad] kisah Ibrahim dalam al-Kitab [al-Qur'an] ini. Sesungguhnya dia seorang yang sangat jujur lagi seorang nabi. Ingatlah ketika dia berkata kepada bapaknya, ‘Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku kuatir kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan‘" [QS Maryam [19]: 41-45]. Baca Selanjutnya

Quraish Shihab Menjawab: Larangan-Larangan Itu

Dalam buku al-Fiqh 'Ala al-Madzahib al-Arba'ah [Fiqih Menurut Keempat Mazhab] dikemukakan: "Yang haram bagi seorang yang sedang dalam keadaan junub [termasuk menstruasi] untuk dia kerjakan adalah amalan-amalan keagamaan yang bersyarat dengan adanya wudhu, seperti shalat sunnah atau wajib."

Semua kita tahu bahwa tidak disyaratkan adanya wudhu untuk memotong rambut atau menggunting kuku. Dan atas dasar penjelasan di atas, kita dapat berkata bahwa tidak ada larangan [dalam arti haram] untuk membuang rambut yang rontok dan memotong kuku, seperti yang Anda tanyakan itu.

Boleh jadi pandangan ini timbul dari adanya kewajiban untuk memandikan seluruh anggota tubuh. Rambut yang rontok atau kuku yang dipotong dan terbuang, maka ia tidak termandikan lagi, dan karena itu mereka melarangnya. Saya pun –seperti Anda– tidak menemukan alasan keagamaan untuk pandangan ini, baik dari al- Qur'n maupun hadits Nabi saw. Boleh jadi yang melarangnya menduga bahwa badan manusia menjadi najis saat dia dalam keadaan junub.

Dugaan ini keliru. Nabi saw tidak mewajibkan bagi yang junub termasuk yang sedang datang bulan [menstruasi] untuk bersegera mandi. Ia baru harus mandi saat akan shalat, atau membaca al-Qur'an. Bahkan sebuah riwayat menyatakan bahwa Nabi Saw pernah berdiri untuk shalat berjamaah, tiba-tiba beliau teringat bahwa beliau belum mandi dan segera pergi mandi kemudian melaksanakan shalat. Demikian diriwayatkan oleh keenam perawi hadits utama [kecuali at-Tirmidzi] melalui sahabat Nabi, Abu Hurairah. Baca Selanjutnya

Menilai Orang

Tanya:
Assalamu’alaikum wr. wb.

Sebagai manusia, kita tidak dapat melihat apa yang ada di dalam hati manusia lain, termasuk motif dan kadar keikhlasannya. Kita hanya dapat melihat lalu menilai apa yang tampak. Karena kita akan kesulitan bila menanyakan apa yang ada di dalam hati setiap orang yang kita ketemui. Bila tidak salah ada kaidah yang dipegang para ulama yaitu "kita memutuskan apa yang tampak sedangkan hal yang tersembunyi kita serahkan kepada Allah".

Sebagai contoh untuk pertanyaan: seseorang yang tampak bagi kita sebagai non-Muslim namun hatinya menyembunyikan keimanan, seseorang yang terlihat telah murtad karena di iming-imingi pengobatan atau sesuatu. Melihat contoh di atas kita tidak dapat membelah dadanya, ia terpaksa ataupun tidak dan apa pula motifnya. Kita sebagai awam hanya dapat melihat "Oh, dia non-Muslim."

Yang ingin saya tanyakan apakah kita berdosa bila kita memperlakukan mereka sebagaimana apa yang terlihat oleh kita?

[Irwan - via formulir pertanyaan]
 
Jawaban Lengkap Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran:

Menikah di Bulan Muharam

Tanya:

Saya ingin bertanya, adakah dalam Islam tidak elok sekiranya menikah pada bulan Muharam? Dan adakah baik dan elok sekiranya saya menikah pada bulan Zulhijjah iaitu 27 Zullhijjah? Saya mohon bantuan kerana saya berada dalam delima di mana sebelah keluarga mertua tidak menyarankan menikah di bulan Muharam manakala di sebelah ibu bapa saya ingin melakukan pernikahan di bulan Muharam. Terimakasih di atas jawapan.

Zuraidah Zuki – Malaysia – via laman

Jawaban Lengkap A. Wahib Mu’thi:

Anggapan bahwa tidak dibolehkan menikah pada bulan Muharam hanyalah mitos. Disebut demikian karena zaman dulu tanggal 1 Muharam dipercaya sebagai raya kaum Muslim. Padahal Islam hanya mengenal dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Jadi, Anda diperbolehkan juga menikah pada bulan Muharam. Sama seperti Muharam, Anda menikah di bulan Dzulhijjah pun diperbolehkan. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan, di antaranya terdapat empat bulan yang dihormati: tiga bulan berturut-turut; Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab Mudhar, yang terdapat di antara bulan Jumada Tsaniah dan Sya’ban.” [HR. Bukhârî dan Muslim]. Demikianlah wallâhu a‘lam. « [Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran]

Quraish Shihab Menjawab: Yahudi dalam Al-Quran

Tanya:
Apakah yang disebut Yahudi dalam al-Qur’an menunjuk pada ras Yahudi? Apakah seseorang menjadi terkutuk bila memiliki darah Yahudi? Ataukah, yang dimaksud adalah sifat-sifat buruk yang harus dihindari manusia, dan tidak hanya ada dalam diri orang-orang kafir, tetapi bisa juga merasuk pada diri orang-orang beriman yang lengah? Bagaimana pendapat Bapak?
Hamba Allah

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab:
Kata Yahudi adalah nisbah kepada Yahûd. Kata ini digunakan untuk menunjuk kepada sekelompok orang dari keturunan Nabi Ishaq, putra Ibrâhîm as. Mereka dikenal juga dengan orang-orang Ibrani. Al-Qur’an menggunakannya untuk maksud itu, walaupun tidak selalu atau semua dari mereka pasti dijuluki dengan nama itu. Istilah lain yang sering juga digunakan al-Qur’an adalah al-Ladzîna Hâdû, Banî Isrâ’îl, dan Ahl al-Kitâb. Diperoleh kesan umum bahwa jika al-Qur’an menggunakan kata Yahûd, maka isinya adalah kecaman atau gambaran negatif tentang mereka. Ini berbeda halnya jika al-Qur’an menggunakan kata al-Ladzîna Hâdû, yang tidak selalu mengandung kecaman atas mereka. Dan jika ada kecaman atas mereka, maka ditegaskan bahwa hal itu ditujukan kepada “sebagian dari mereka” [QS al-Mâ’idah [5]: 41].

Perhatikan, misalnya, beberapa firman-Nya tentang kebencian orang-orang Yahudi kepada kaum Muslim [QS al-Mâ’idah [5]: 82], ketidakrelaan mereka kecuali kalau umat Islam mengikuti agama atau cara hidup mereka [QS al-Baqarah [2]: 120], dan pernyataan orang-orang Yahudi bahwa tangan Allah terbelenggu atau kikir [QS al-Mâ’idah [5]: 64]. Bandingkan kata Yahûd dengan al-Ladzîna Hâdû, yang menjelaskan bahwa siapa pun di antara mereka beriman dengan benar dan beramal saleh, maka mereka tidak akan mengalami rasa takut dan tidak pula akan bersedih hati [lihat QS al-Mâ’idah [5]: 69]. Baca Selanjutnya

Rabu, 30 Maret 2016

‘Aku’ dan ‘Kami’

Tanya:

Mengapa dalam terjemahan al-Qur’an, Allah swt selalu menyebutkan diri-Nya dengan kata ‘KAMI’, yang saya pahami kata ‘KAMI’ adalah bentuk jamak? Mohon penjelasan. Terimakasih.

Sharifa – via surel dan Ardia – via laman

Jawaban Lengkap A. Wahib Mu’thi:

Penyebutan kata ‘Aku’ dan ‘Kami’ sampai saat ini memang selalu menjadi perbincangan dalam konteks al-Qur’an. Namun, kata tersebut bukanlah sebagai pembeda ketauhidan Allah. Khususnya kata ‘Kami’, pengertiannya bukan berarti bahwa Allah itu jamak. Kita harus yakin bahwa Allah adalah Esa.

Penggunaan kata ‘Aku’ dan ‘Kami’ dalam al-Qur’an hanyalah masalah tata bahasa saja atau grammar. Dalam tata bahasa Arab [nahwu-sharaf], kata ganti pertama tunggal [singular] sering digunakan pula sebagai kata ganti pertama jamak [plural]. Pergantian ini disebut juga “al-Mutakallim al-Mu’adzdzim li Nafsih-i”. Pengertian ini khusus digunakan untuk mengagungkan dirinya sendiri [dalam konteks ini adalah Allah]. Baca Selanjutnya

Quraish Shihab Menjawab: Shalat Arba‘în

Tanya:
Bagaimana sebenarnya persoalan shalat empat puluh kali [arba‘în] di Masjid Nabawi Madinah? Mohon penjelasan tuntas dari Ustadz, dan bagaimana sebaiknya sikap kita dalam hal itu? Sebab, sering kali pelaksanaannya dipaksakan sehingga menimbulkan kesulitan-kesulitan.

[Abdullah Mahmud – via formulir pertanyaan]

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab:

Tidak dapat disangkal bahwa amat banyak hadits Nabi saw yang menguraikan keutamaan Masjid Nabawi serta ganjaran shalat di masjid itu. Tetapi, hadits yang berbicara tentang ganjaran shalat empat puluh kali di masjid itu tidak ditemukan dalam al-Kutub as-Sittah atau al-Shihah as-Sittah [Enam Kitab Hadits Sahih atau Standar].

Memang, hadits tentang ganjaran shalat empat puluh kali [arba‘în] di Masjid Nabawi ditemukan dalam beberapa kitab hadits, tetapi semua merujuk kepada dua sumber, yakni kitab hadits Musnad Ahmad [jil. III, hlm. 155] karya Imam Ahmad bin Hanbal dan al-Mu'jam al-Awsath [jil. II, hlm. 32] karya ath-Thabari. Kedua sumber ini menyajikannya dengan satu jalur yang sama, yakni dari seseorang bernama al-Hakam bin Musa, yang –katanya– meriwayatkan dari 'Abd ar-Rahman bin Abu ar-Rijal, dari Nubayth bin 'Umar ['Amr], dari Anas bin Malik, dari Rasulullah saw yang bersabda, "Barang siapa mengerjakan empat puluh shalat di masjidku dan tidak ketinggalan satu shalat pun, maka tercatat baginya [dia memeroleh hak] pembebasan dari neraka, keselamatan dari siksa, dan terbebas dari kemunafikan." Baca Selanjutnya

Quraish Shihab Menjawab: Perbudakan dalam Islam

T:anya:

Saya belum pernah menemukan keterangan tentang penghapusan perbudakan dalam Islam, bahkan saya mendengar bahwa Islam mengatur hukum-hukumnya berdasarkan status seorang budak atau merdeka. Konon ada seorang ulama yang tidak mau tunduk kepada rajanya, karena dia mengetahui bahwa sang raja masih dalam status budak. Apa keutamaan orang yang memerdekakan budak?

Tanpa Nama

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab:

Tidak dapat disangkal bahwa perbudakan pada abad-abad yang lalu merupakan salah satu fenomena masyarakat umat manusia di seluruh dunia. Islam datang dalam situasi dan kondisi yang demikian juga. Namun dapat dipastikan Allah dan Rasul-Nya tidak merestui hal tersebut, walaupun dalam saat yang sama harus diakui pula bahwa al-Qur’an dan Sunnah tidak mengambil langkah drastis untuk menghapuskannya sekaligus.

Al-Qur’an dan Sunnah menutup semua pintu untuk berkembangnya perbudakan kecuali melalui peperangan, yakni tawanan perang, karena ketika itu demikianlah perlakukan negara-negara terhadap tawanan perangnya. Dalam hal ini al-Qur’an pun memberikan peluang untuk membebaskan mereka dengan tebusan atau tanpa tebusan –ini jelas berbeda dengan sikap umat manusia ketika itu. Baca Selanjutnya

Quraish Shihab Menjawab: Operasi Plastik

Tanya:

Bagaimana pandangan Islam tentang operasi plastik dengan tujuan mempercantik diri? Bolehkah menyambung rambut atau meluruskan gigi" Saya pernah mendengar bahwa semua itu terlarang. Bagaimana pendapat Bapak?

Admo – Jakarta Timur

Jawaban M. Quraish Shihab:

Pertanyaan Anda tentang operasi plastik dengan alasan kecantikan telah dibahas oleh ulama jauh sebelum kemajuan bidang kedokteran dan operasi plastik. Ulama-ulama kita masa lampau mengharamkan perubahan bentuk fisik manusia, lebih-lebih kalau hanya didasarkan pertimbangan kecantikan. Pengubahan itu dinilai sebagai tidak menerima ketetapan Allah. Bukankah, kata mereka, manusia telah diciptakan Allah dalam bentuk sebaik-baiknya? [lihat QS at-Tîn [95]: 5].

Dalil-dalil teperinci yang mereka kemukakan antara lain firman Allah dalam surah ar-Rûm [30]: 30, “… jangan lakukan/tidak dibenarkan perubahan dalam ciptaan Allah.” Juga surah an-Nisâ’ [4]: 119, yang menginformasikan sumpah setan, “… dan akan saya suruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak dan akan saya suruh mereka mengubah ciptaan Allah [lalu benar-benar mereka akan mengubahnya].” Baca Selanjutnya

Quraish Shihab Menjawab: Istri Bekerja dan Ancaman Cerai

Tanya:

Saya mohon kiranya bapak menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Seorang istri bekerja sebagai pegawai biasa dari pukul 08.00 hingga 17.00 dengan penghasilan secukupnya, sedangkan suaminya adalah pemilik satu perusahaan lagi kaya karena warisan. Sang suami menuntut dari istrinya agar memberikan uang yang diperolehnya itu kepada suaminya untuk biaya hidup. Haruskah istri memenuhi kehendak suami? Selanjutnya, bagaimana hukumnya bila suami terus mengancam akan menceraikan, padahal istrinya enggan untuk dicerai karena takut kepada Allah dan takut melukai hati orangtua? Apakah salah sikapnya dan bagaimana pula sikap suami yang terus mengancam itu, namun tidak pernah melaksanakan ancamannya?

[Hamba Allah – via formulir pertanyaan]

Jawaban Quraish Shihab:

"Hendaklah [suami] yang memiliki kelapangan memberikan belanja menurut kemampuannya dan barang siapa dipersempit rezekinya maka hendaklah dia memberikan belanja dari apa yang Allah berikan kepadanya. Allah tidak akan memikulkan beban kepada seseorang kecuali apa yang Allah berikan kepadanya" [QS ath-Thalâq [65]: 7], demikian secara tegas dan jelas Allah meletakkan di atas pundak suami tanggungjawab memberikan nafkah untuk kebutuhan istri dan anak-anaknya.

Kewajiban suami membayar mahar kepada istri adalah lambang dari tanggungjawab tersebut, dan tanggungjawab memberi nafkah itu pulalah yang merupakan salah satu sebab sehingga kepemimpinan rumahtangga dan hak menceraikan diletakkan di pundak suami. Baca Selanjutnya

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab: Ihwal Pembelahan Dada Nabi Muhammad saw.

Tanya:

Sampai di mana kebenaran uraian tentang dibelahnya dada Rasulullah Saw, baik menjelang peristiwa Mi‘râj maupun ketika beliau masih kanak-kanak? Mohon penjelasan Ustadz.
Ida Yuliastuti – Depok, Jawa Barat

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab:
Kisah tentang dibedahnya dada Nabi Muhammad saw amat populer di kalangan umat Islam. Sayang, kesahihan sumber-sumbernya diperselisihkan dan perincian kandungannya berbeda pula. ‘Abdullâh putra Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad –sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsîr– meriwayatkan bahwa sahabat Nabi, Ubay bin Ka‘ab, menuturkan bahwa Abû Hurairah pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah hal pertama yang engkau alami menyangkut kenabian?” Rasulullah Saw menjawab, “Aku berada di padang pasir dan umurku ketika itu sepuluh tahun dan beberapa bulan. Tiba-tiba aku mendengar suara di atas kepalaku, [dan kulihat] ada seseorang berkata kepada seorang lainnya, ‘Apakah dia?’ Kedua orang itu lalu menghadap kepadaku dengan wajah yang belum pernah kulihat sebelumnya, dengan keharuman yang belum pernah kudapatkan dari satu makhluk pun sebelumnya, dan dengan pakaian yang belum pernah kulihat dipakai seseorang sebelumnya. Mereka berdua menghampiriku hingga memegang bahuku, tetapi aku tidak merasa dipegang. Lalu, salah seorang berkata kepada temannya, ‘Baringkanlah!’ Mereka berdua membaringkanku tanpa menarik [dengan keras] dan tidak juga mematahkan. Salah seorang berkata kepada temannya, ‘Belahlah dadanya!’ Ia memegang dan membelah dadaku. Temannya berkata, ‘Keluarkanlah kedengkian dan iri hati!’ Ia mengeluarkan sesuatu seperti segumpal darah dan membuangnya. Kemudian temannya berkata, ‘Masukkanlah kasih sayang dan rahmat!’ Maka, kulihat serupa apa yang dikeluarkannya bagaikan perak, ….’” Tidak sedikit ulama yang menilai hadits ini sebagai lemah [dha‘îf]. Baca Selanjutnya

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab: Doa dan Tawakkal

Tanya:

Dalam setiap usaha, kita dianjurkan untuk bertawakkal kepada Allah swt. Namun kita sering kecewa jika tidak berhasil. Yang ingin saya tanyakan sampai sejauh mana kadar tawakkal kita, dan bagaimana bertawakkal dengan baik, karena sering kata tersebut dipahami dalam arti tidak berdaya dan pasrah.
 
Muhammad Affan Alfaiz – Kebayoran Lama Utara, Jakarta

Jawaban Lengkap M. Quraish Shihab:
Kata tawakal [Indonesia, Arab: tawakkul] terambil dari kata wakala yang juga seakar dengan kata wakîl. Perintah bertawakkal sama maknanya dengan firman-Nya, Jadikanlah Dia wakîl [QS al-Muzzammil [73]: 9].

Apabila seseorang mewakilkan orang lain, maka dia telah menjadikannya sebagai dirinya sendiri dalam persoalan tersebut, sehingga sang wakil melaksanakan apa yang dikehendaki oleh yang menyerahkan kepadanya perwakilan. Menjadikan Allah sebagai wakil, atau bertawakkal kepada-Nya berarti menyerahkan kepada Allah segala persoalan. Dialah yang berkehendak dan bertindak sesuai dengan “kehendak” manusia yang menyerahkan perwakilan itu.

Makna ini dapat menimbulkan kesalahpahaman jika tidak dijelaskan lebih jauh, seperti kesalahpahaman mereka yang menduga bertawakkal adalah pasrah dan tidak berdaya. Harus diingat bahwa keyakinan tentang keesaan Allah berarti, antara lain, bahwa Dzat, sifat, dan perbuatan-Nya Esa sehingga ketiganya –Dzat, sifat, dan perbuatan– tidak dapat dipersamakan dengan perbuatan manusia, walaupun penamaannya mungkin sama. Baca Selanjutnya
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Dartar Isi