Tampilkan postingan dengan label Melanjutkan Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Melanjutkan Indonesia. Tampilkan semua postingan

Kamis, 24 Maret 2016

Pendidikan Tanpa Konsep: Pertanyaan untuk Pemerintah Baru

Pemisahan Kemdikbud menjadi dua kementerian bisa kita anggap sebagai terusan dari sejumlah salah kaprah yang telah berlangsung di dunia pendidikan kita dalam lima belas tahun terakhir. Salah kaprah pertama adalah diubahnya (nama) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Departemen Pendidikan Nasional pada masa pemerintahan Gus Dur (1999), dimana nomenklatur kebudayaan dihilangkan darinya. Baca Selanjutnya

Rabu, 23 Maret 2016

Profesional atau Vokasional?

Jadi, apa bedanya profesional dengan vokasional?

Dalam masyarakat kita, apresiasi terhadap kaum profesional demikian tinggi. Profesional dicitrakan sebagai seseorang yang terampil, efisien, bertanggung jawab, obyektif, jujur, serta berbagai atribut positif lainnya. Lazim kita temukan bahwa segala hal yang kurang bagus, atau ketidakbecusan dalam pekerjaan, disebut sebagai “tidak profesional”. Pendek kata, profesional adalah sesuatu yang memiliki citra serba positif. Hampir tanpa cela. Benarkah? Baca Selanjutnya

Sabtu, 18 Oktober 2014

Karna dan Tikungan Imajinasi Masa Kecil Kita

Kita umumnya menilai Bharatayudha dengan sudut pandang imajinasi-kebenaran anak kecil: Arjuna itu baik, sementara Karna itu jahat. Pandawa itu lambang kebaikan, sementara Kurawa itu simbol kejahatan. Rahwana itu brengsek, sementara Rama itu mulia. Sejak kecil, mereka yang mengenal cerita wayang, baik melalui pentas wayang golek, wayang kulit, maupun komik wayang R.A. Kosasih, pastinya bangga jika dirinya disamakan dengan Gatotkaca, dan sebaliknya, sebuah penghinaan besar jika disamakan dengan Burisrawa. Lihat Selengkapnya

Sabtu, 04 Oktober 2014

Sejarah, Ingatan dan Novel

Membaca sejarah itu seperti membaca novel. “By its very nature, the novel indicates that we are becoming. There is no final solution. There is no last word.” Begitu yang ditelatahkan Carlos Fuentes. Namun, kita seringkali menyalahpahami sejarah. Kita sering mengaburkan history dengan memory, membaurkan sejarah dengan ingatan. Dan sebagai ujungnya, impak dari “penyejarahan ingatan”, kita hanya mampu melihat sungai waktu dari kacamata oposisi biner: ingat-lupa, pelaku-korban, atau baik-jahat. Persoalannya, sejarah hanya bisa memberi pelajaran jika kita mampu membacanya secara metodik, tak sekadar ingat dan lupa. Sebab, dalam banyak hal, kita cenderung hanya mengingat apa yang  kita ingin ingat saja, tanpa menguji kualitas ingatan itu. Dan cara macam itu tak akan mengajari kita apapun selain sekadar merawat penalaran yang hanya penuh dengan penyangkalan, antitesis, dan menghardik-hardik. Inilah yang telah membuat cara kita bersikap kepada sejarah banyak didominasi oleh perasaan kebencian, penolakan, dan negativitas. Baca Lebih Lengkap
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Dartar Isi