Tampilkan postingan dengan label Mahfud Ikhwan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mahfud Ikhwan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 05 Agustus 2015

Mahfud dan Thowaf: Sebuah Fragmen Rivalitas

Hingga dua belas tahun yang lalu, terjadi rivalitas yang sengit di Rumah B-21, sebuah padepokan kumuh di bilangan Kampus Bulaksumur. Rivalitas itu terjadi antara dua orang sastrawan muda, yaitu Thowaf Zuharon dan Mahfud Ikhwan. Mahfud adalah mahasiswa Sastra Indonesia, dan Thowaf, sebelum pindah ke FISIPOL, adalah mahasiswa Sastra Arab. Dan sebagaimana yang terus terjadi hingga hari ini, semua rivalitas yang terjadi di antara kami, alumni-alumni B-21, selalu saja melibatkan provokasi dari siapa lagi kalau bukan Iqbal Aji Daryono. Iqbal adalah provokator yang licin. Dia selalu berada di tengah semua konflik, namun selalu bisa meloloskan diri dan lalu tiba-tiba menempatkan dirinya sebagai pengamat belaka. Begitulah. Sejak dulu sudah begitu. Lihat Selengkapnya

Senin, 01 Juni 2015

Siaran Pandangan Mata: Fragmen

Kakaknya selalu membanggakan hubungannya yang emosional dengan radio, dengan pahlawan-pahlawan masa kecilnya, dengan Brama, Kamandanu, Kamasuta, Galang Gemilang, dan entah siapa lagi. Ia tahu, sebagaimana juga hampir semua orang yang mengenal Ulid tahu, karena kakaknya itu selalu saja menggebu dan berulang-ulang menceritakannya. Ulid ingin diakui sebagai saksi terpenting, kalau bukan satu-satunya saksi, bahwa pada satu masa ada benda hebat bernama radio. “Dan karena benda brengsek bernama televisi, benda hebat itu, bersama hal-hal hebat yang muncul bersamanya (tahu maksudnya, ‘kan?), berubah jadi benda langka dan menyedihkan,” begitulah kata yang pernah diucapkan Ulid kepadanya. Kata “brengsek” selalu dilekatkan kakaknya pada televisi, sebab yang disebut terakhir itu dianggap sebagai biang keladi terbesar menghilangnya sandiwara radio. Tapi, makian itu juga ditujukan untuk merendahkan pemujaan sang adik—yang juga berlebihan—terhadap televisi dan semua pahlawan masa kecil yang ditemukannya dari layar kaca: Trivon Ivanov, Tony Adams, Fernando Hierro, Marzuki Nyak Mat, Jaya Hartono, hingga Bejo Sugiantoro. Lihat Selengkapnya

Rabu, 14 Januari 2015

Dekonstruksi Tak Pernah Cukup

Ketika Rama tak lebih dari mesin kekuasaan yang dingin, dan Shinta tengah dirongrong oleh cinta dan kebenaran yang baru, Rahwana adalah lelaki dengan satu cinta di dada dan sepuluh suara di kepala. Untuk yang ingin menemukan kisah Ramayana yang tidak hanya dijungkirbalikkan, tapi juga diradikalisasi. Baca Lebih Lengkap
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cobalah Tengok

Dartar Isi